Resensi Buku Sulthan Muhammad Al-Fatih


Oleh : Anis Najumnisa Pend. Sosiologi 2013
 
Gambar Buku Sulthan Muhammad Al-Fatih Source : http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2015/01/cover-buku-sulthan-muhammad-al-fatih-penakluk-konstantinopel.jpg
Identitas Buku
Judul               : Sulthan Muhammad Al-Fatih
Pengarang       : Dr. Ali Muhammad Ash-Salabi
Tahun terbit     : 2011
Tebal halaman :  1-296 hlm
Penerbit           : Pustaka Arafah
“Konstantinopel benar-benar akan ditaklukkan oleh seorang laki-laki. Sebaik-baik amir (orang yang memerintah) adalah amir yang memimpin penaklukannya dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukannya.” (HR Al-Bukhari, Ahmad, dan Al-Hakim).  Pengarang buku Sulthan Muhammad Al-Fatih, Dr. Ali Muhammad Ash-Salabi, tertarik untuk menuliskan sejarah peradaban kejayaan Islam yang pernah berkembang. Kejayaan ini merupakan sepak terjang peran Daulah Utsmaniyah dalam memperebutkan Konstantinopel yang merupakan kota kebanggaan kaum salibis, pada abad pertengahan peristiwa ini menjadi mercusuar peradaban, khususnya untuk kemenangan dan penyebaran islam.
Umat yang tidak tahu sejarah akan kehidupan pendahulunya yang gemilang akan kehilangan arah dan jati diri. Penenggelaman besar-besaran sejarah emas Islam berdampak pada kehidupan kaum muslimin, yang saat ini lemah dalam berbagai aspek sisi kehidupan. Dalam bukunya yang berisi 296 halaman ini, pengarang ingin mencuatkan kembali sejarah kemenangan yang pernah diraih oleh para pejuang islam, agar kaum muslimin dapat mencontoh berbagai sifat kepemimpinan dan muamalah kehidupan yang bersumber dari ajaran Islam. Penulis memaparkan silsilah kepemimpinan Daulah Utsmaniyah yang berawal dari Utsman I, Orkhan, Murad I, Bayazid I, Muhammad Jalabi, Murad II, dan Muhammad Al-Fatih. Penulis lebih memfokuskan pada kepemimpnan Sulthan Muhammad Al-Fatih,
Adapun metodologi yang digunakan dalam mengkaji materi berasal dari penulisan sejarah Islam dan interpretasi peristiwa-peristiwa yang diambil dari prinsip-prinsip Islam dan sumber-sumbernya. Menurut metodologi Islam, interpretasi peristiwa-peristiwa sejarah bukanlah interpretasi yang bersifat justifikasi. Akan tetapi, interpretasi itu memperlihatkan karakteristik iman yang melebihi perkara lainnya. Pergerakkan kepemimpinan Daulah Utsmaniyah merupakan suatu proses panjang dalam memperebutkan Konstantinopel, setiap kepemimpinan telah berusaha mengupayakannya. Namun belum berhasil, sempat Sulthan Bayazid I mengambil alih Konstantinopel kedalam kekuasaan Daulah Utsmaniyah, namun tidak berlangsung lama akibat adanya bentrok dari Timur Lenk dan Bayazid, hingga perang saudara memperebutkan kekuasaan.
Setelah Muhammad I dapat mempersatukan kembali Daulah Utsmaniyah dan menghentikan perang saudara, ia mulai menata kembali pundi-pundi yang pernah terjalin dan terikat kuat dalam negaranya. Ia dikenal sebagai sosok pemimpin muda yang cerdik, diusianya yang ke-18 tahun, warga memberikan gelar pagar bagi Islam kaum muslimin. Hingga sampailah pada kepemimpinan turunan ke- 7 dalam silsilah keluarga Utsman, diusianya yang ke- 22 tahun, ia diangkat menjadi pemimpin, dialah Sulthan Muhammad Al-Fatih yang berarti sang penakluk. Ia berhasil menggabungkan antara kekuatan dan keadilan, cerdik dalam pemikirannya, menguasai banyak bahasa, menyukai sejarah, administrasi dan sastra. Ia mendapatkan dorongan motivasi dari gurunya, bahwa dialah pahlawan pemimpin perang yang dimaksudkan dalam sabda nabi meraih Konstantinopel, semenjak saat itulah semangatnya menggebu untuk memperjuangkan dan berdakwah jihad fi sabilillah di jalan Alloh.
Ia ingin merebut Konstantinopel dan menjadikannya sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyah. Konstantinopel adalah sebuah kota yang terletak di daerah Byzantium, namanya diubah menjadi Islambul atau Istanbul. Kota yang didirikan oleh kaisar Byzantium, Constantine I pada 330 M. Ada yang mengatakan “Seandainya dunia ini menjadi satu kerajaan, tentulah Konstantinopel paling layak sebagai ibu kotanya.”  Penulis memaparkan bahasan dengan menggunakan bahasa yang lugas, dan dapat diserap maknanya, serta mengkaitkan dengan kisah-kisah para sahabat lainnya yang memiliki kisah atau pendukung kesamaan lainnya, serta dlengkapi dengan penjelasan ayat-ayat Qur’an beserta Hadist-hadist Rasul.
Biografi para Khilafah Daulah Utsmaniyah menjelaskan kepada kita bagaimana perasaan mulia mereka dengan islam, kecintaan mereka kepada Al-Qur’an, dan persiapan mereka menghadapi kematian fi sabilillah. Mereka hidup penuh berkah dan kebaikan, mereka mendapatkan semua itu dengan agama Alloh. Alloh Ta’ala berfirman “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf [7] : 96) Hal 226. Semoga buku Sulthan Muhammad Al-Fatih, mampu menumbuhkan kepercayaan dan semangat menyebarkan agama Alloh bagi kaum muslimin, Aamiin.