Ditulis oleh: samroyani
Tubuhnya jatuh ke ke bata keras, tangannya sempat berusaha melindungi isi kepala, cuma sayang satu lawan seribu hasilnya jelas tewas. Maung dan macan bertanding yang korbannya manusia lagi. Bandung, 23 September 2018 kemarin persepakbolaan Indonesia kembali tercoreng akibat suporter 'gila'. Satu nyawa kembali melayang percuma, kenapa percuma? Jelas ini bukan demi kebanggaan pada tim kesayangan, atau rasa cinta sesama suporter, ini murni anarki. Bila alasannya rivalitas suporter yang beda tim dukungan jelas ini bukan suatu pembenaran. Kalau analoginya seperti itu mungkin saya sudah dari dulu membunuh para penyuka tempe, karena saya penyuka tahu, kan jelas itu bukan alasan yang indah untuk merenggut nyawa manusia.
Persib dan Persija entah apa alasannya sudah berpuluh-puluh tahun disebut musuh bebuyutan. Saya katakan "entah" ya memang alasannya sama sekalo tidak kuat. Sedari dulu kita hanya tahu bahwa musuh Persib adalah Persija, otomatis musuh bobotoh adalah Jak mania. Seakan diwariskan hal itu sudah menjadi kewajaran jika para suporter kedua kubu itu saling membenci, salah besar tentu, karena itulah awal mula banyaknya darah yang tumpah di bumi pajajaran ataupun di ibu kota.
Mari lihat kilas balik, tragedi seperti ini tak terjadi sekali, bukan hanya korban jiwa namun moril dan materil pun terbuang sia-sia untuk rivalitas semu ini. Tumpah darah sebenarnya terjadi di kedua sisi, 2017 lalu Ricko dan Rangga juga terkena imbas konflik berdarah ini. Seolah kini garis keras makin jelas terlihat ketika derbi klasik ini bertemu maka jangan pernah suporter datang bertandang ke kandang lawan. Baik itu bobotoh yang datang ke Jakarta, maupun Jak Mania yang datang ke Bandung. Setelah ini mungkin akan turun fatwa haramnya. Lalu bagaimana? Jelas ini merugikan, sejatinya sepak bola adalah konsumsi bersama, stadion adalah rumah semua orang. Bukan milik satu golongan.
Tanpa memungkiri segala fakta, memang benar kemari bobotoh yang membunuh saudara kita Haringga. Pertanyaan besarnya apakah ketika ada bobotoh yang datang ke Jakarta akan tewas juga? Saya harap tidak. Kesadaran terbentuk biasanya atas keresahan yang sama, anarki adalah keresahan yang sedang dirasakan bobotoh dan Jak Mania. Kebencian ini harus selesai sampai disini, darah Haringga dan korban-korban lainnya dari konflik lingkaran setan ini harus benar-benar berhenti sampai disini. Hukum tetap harus dikegakan, para pelaku yang terekam jelas di video yang viral di berbagai media harua ditemukan. Bobotoh secara garis besar harus mendapat hukuman. Tanpa ada embel-embel sebutan "itu mah cuma oknum..." ataupun "mereka bukan bobotoh..." tak bisa melepas fakta bahwa Haringga mati di GBLA, dipukuli orang-orang betpakaian biru khas tim kesayangan orang sunda.
***
Deklarasi damai berkali-kali digaungkan, namun tetap tindakan disiplin tak bisa dijalankan. Fakta lapangan memang membuktikan bahwa Bobotoh dan Jak Mania sama jahatnya. Pesan kebencian terus disebarkan di media sosial, ini juga harus dihentikan. Masalah ini tidak cukup dengan semua orang yang menggunakan pita hitam, harus ada tindakan keras pada diri sendiri. Semua orang harus mulai peduli ketika terjadi hal-hal seperti ini lagi, kejadian seperti kemarin ketika tidak ada seorang pun yang membantu Haringga tidak boleh terjadi lagi. Semua suporter harus mulai bersaudara, bila melihat kekerasan seperti itu yah lindungi saudara kalian. Ini bukan cuma untuk bobotoh dan jak mania, semua basis suporter harus sadar bahwa harapan dan tujuan kita adalah memajukan sepak bola, bukan perang sesama saudara sebangsa.
Ulasan kecil tentang sedikit pemicu perang besar ini terjadi. Tahun 2000an adalah awal mulanya, dipicu sedikit bentrokan kecil perang saudara ini dimulai. Ada bumbu kecil yang sebenarnya dilupakan masyarakat Bandung dan Jakarta, film "Romeo dan Juliet". Kisah tentang percintaan sebrang basis suporter antara sang romeo dari Jak Mania dan Juliet dari Bobotoh. Sadarkah kita, pesan dari film itu salah diartikan oleh kedua belah pihak. Memang benar konflik panas antara kedua tim ditayangkan disana, akhir dramatis juga dipertontonkan. Sayangnya masyarakat Indonesia, seperti biasa, menganggap tontonan itu malah jadi pemicu konflik, perang besar makin sering terjadi setelah film itu ditayangkan, padahal, pesan utama dari film itu adalah tentang betapa buruknya permusuhan antara Bandung dan Jakarta. Masyarakat salah paham, hasilnya seperti ini. Berfikirlah, maka seharusnya semua tragedi ini tak harus terjadi.
Menutup tulisan ini ada satu hal yang harus kita sama-jajar-ratakan antara semua Bobotoh dan Jak Mania; Persib dan Persija itu hanya sebatas nama dan warna, biru dan jingga hanya kiasan, maung dan macan hanya simbol, selebihnya kita semua sama. Lahir di negeri yang sama, tanah dan air yang sama, apa harus kita berperang sementara bersaudara masih bisa?
#damai