Oleh: Kharisma Gumilar
*****
Opsir Minhyun duduk di hadapanku. Aku ketahuan, aku harus mengakui segalanya. Sial memang.
“Namaku Isabel umurku Sembilan belas tahun, aku melakukannya karena aku benci sendirian.”
Opsir Minhyun hanya diam, dia menunggu penjelasanku selanjutnya.
“Semua ini karena tiga tahun lalu, saat kedua orangtuaku meninggal.” Isabel menarik napas panjang bersiap menceritakan kisahnya.
“Aku tahu itu salahku, seandainya saat itu aku tidak merajuk karena mereka lupa ulangtahunku mereka tidak perlu mencariku tengah malam, mereka tidak perlu terbunuh karena rampok brengsek itu.”
“Sejak saat itu, kakakku satu-satunya, Anabel mengasingkanku dia menjauhiku bahkan dia tinggal dengan kakek nenek tanpa mengajakku, karena hal itu juga semua orang di sekolahku mengejekku bahkan menyudutkanku.”
“Amber, dia teman baikku tapi dia akhirnya menjauhiku karena Sharen menghasutnya, Krystal satu-satunya yang tersisa dia masih mau berteman denganku dan tidak menyudutkanku seperti yang lain.”
“Krystal itu sebenarnya dikucilkan karena dia bodoh dan cupu tapi tidak ada lagi yang mau berteman denganku selain dia akhirnya aku memutuskan untuk berteman dengannya.”
“Kau tahu opsir kenapa aku membunuhnya? Karena saat dia main kerumahku dia menemukan rahasiaku, sudah ku bilang jangan membuka lemari kacanya tapi dia tetap membukanya jadi aku membunuhnya agar dia tidak membocorkan rahasiaku, beruntung saat itu para polisi menemukan mayat dari kecelakaan yang mirip seperti Krystal.”
“Tapi sialnya sekolah mengeluarkanku, itu karena kakakku menyetop membayar biaya sekolahku, menyebalkan memang aku harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhanku dan itu melelahkan jadi aku memutuskan untuk menjadi perampok saja, pekerjaannya mudah dan menghasilkan banyak uang.”
“Oh ya, pak Jenskin tetangga sebelah bukan aku yang membunuhnya aku berani bersumpah aku tidak mungkin membunuh orang yang tinggal di lingkunganku, ini semua salahmu opsir kau tidak perlu mencurigaiku kau tidak perlu mengecek rumahku dan kau tidak perlu membuka lemari kaca itu, kau menyebalkan opsir.”
“Baiklah kurasa sudah cukup untuk hari ini, aku mulai bosan denganmu.”
Isabel melepas kepala opsir Minhyun menyimpannya di dalam lemari kaca dan mengambil kepala lain.
“Oh hai anabel, bagaimana kabar kakek dan nenek?”
END