Oleh ‘Hilman Syihabuddin dalam buku Berkunjung’
Saat itu, ketika sebagian orang benar-benar berada di titik terendah dan mulai pesimis dengan keadaan yang dihadapinya, hari-hari dilaluinya tanpa ada sedikitpun semangat mengiringi, hanya rasa pesimis yang semakin menguasai pikirannya, keadaan yang dihadapi mereka saat ini benar benar mengganggu, semua kebebasan aktivitas direbut begitu saja, bahkan aktivitas ibadah pun tidak bisa dilakukan seperti biasanya.
Mereka bertanya-tanya sebenarnya apa yang sedang terjadi ? Apakah ini sebuah ujian atau azab ? Pertanyaan pun tak habis dikeluarkannya.
Tapi, di tengah kegelisahan manusia, keluarlah sebuah ucapan yang menyadarkan kita, seorang konsultan psikolog mengatakan : “Sebelum Allah mendatangkan virus corona, Allah sudah install kapasitas-kapasitas untuk menghadapinya, untuk mengatasinya, untuk mengobati dan menyembuhkannya.
Percayalah. Sudah diinstall sebelum pandemi ini datang. Nah, tinggal masalahnya apakah kita melakukan eksplorasi ke dalam apa tidak ? Apakah kita kemudian mencoba menggali apaapa yang sudah Allah install itu apa tidak ? Atau kita menganggap
Tuhan cuma melihat, Tuhan cuma menonton, Tuhan cuma menyaksikan, tak berbuat apaapa, tidak menyiapkan kapasitaskapasitas yang layak untuk menghadapinya ?” -Adriano
RusfiLuar biasa perkataan beliau, apakah kita percaya itu? Percaya bahwa Allah sudah menyiapkan semuanya diluar dugaan kita? Ya. Seharusnya sebagai orang yang beriman kita harus percaya hal itu, bahwa segala sesuatu sudah Allah atur sedemikian rupa, Allah tidak diam saja. Justru Allah sedang menunggu apa yang akan kita perbuat ketika dihadapkan dengan keadaan seperti ini, apakah akan pasrah menerima keadaan ini tanpa ada ikhtiar? Atau menjadi seseorang yang mampu bertahan menghadapi kondisi ini dan membuat momentum berharga sehingga menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya dengan memanfaatkan kapasitas kapasitas yang sudah Allah siapkan?
Ya, semua itu tergantung kita.
Masih ingatkah kisah umat-umat terdahulu yang berhasil melewati masa-masa sulit seperti kita sekarang ini? Kisah Nabi Musa a.s ketika menghadapi sebuah penyakit, kemudian Allah menyembuhkannya. Atau kisah Amiril Mukminin Umar Bin Khattab dalam menghadapi wabah kala itu? Dan lagi-lagi Allah membebaskan mereka dari kesulitan itu. Mereka mampu melewatinya dengan penuh perjuangan karena atas izin
Allah. Sungguh Allah tidak pernah tidur dan Allah sebaik baik pelindung.
Percayalah, Allah menurunkan sebuah musibah kepada kita dengan tujuan yang sama, yaitu untuk belajar dan meningkatkan kualitas kita sebagai hamba yang beriman dan bertaqwa. Dan kita mesti percaya bahwa tidak mustahil detik ini pun Allah angkat musibah ini, tetapi alangkah meruginya kita ketika musibah ini diangkat tetapi kita tetap menjadi manusia yang begitu begitu saja, keadaan membaik tetapi kualitas diri tidak kunjung menemukan perbaikan.
Berbaik sangkalah kepada Allah, musibah tak kunjung diangkat karena Allah menginginkan kita segera berubah dan belajar, coba kita bertanya pada diri sendiri disaat kita berada di titik terendah “masih tersimpankah tauhid dalam diri kita?”
Berbaik sangka lah kepada Allah, sebagaimana sabda Rasulullah : “Janganlah seseorang dari kalian meninggal dunia melainkan ia berbaik sangka kepada Allah subhanahu wata'ala”. Dalam sabda yang lain Rasulullah mengatakan : Allah SWT berfirman “Aku sesuai dengan yang disangkakan oleh hamba-Ku dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku”.
Inilah pedoman hidup seorang muslim dan ini pula pegangan para sahabat ketika mereka ditimpa musibah atau sakit yang akan membawanya kepada kematiannya, mereka optimis akan pesan sang Nabi dan janji Sang Khaliq. Percayalah! Berprasangka baik akan membuahkan hal yang baik pula. Imam Bukhari mengeluarkan hadits, bahwa Rasulullah bersabda, Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepadaKu, maka hendaklah dia berprasangka sesuai dengan yang ia inginkan”.
Lagi-lagi sang konsultan pesikolog mengatakan : “setelah kita sadar dengan musibah ini mari kita perkuat ketergantungan kita kepada Allah. Hidup pasca pandemi harus menjadi hidup yang semakin meningkatkan ketergantungan manusia kepada pertolongan Allah, karena semakin hari kita akan berhadapan dengan ketidakpastian”.
Maka, mari bersandarlah hanya pada Allah semata! “Allah adalah Tuhan yang bagi-Nya segala sesuatu yang didukung.” ‘Alloh tempat meminta segala sesuatu”. Bahwa semestinya hanya kepada Allah-lah kita bersandar, bergantung, dan menjadikan andalan. Bukan kepada yang lain, entah yang kasat mata maupun ghaib. Inilah Tauhid!.
Ini pulalah yang semestinya pertajam dari waktu ke waktu. Wallahua’lam..