MENGETAHUI ISU GENDER DENGAN MENILIK FILM KI & KA

 MENGETAHUI ISU GENDER DENGAN MENILIK FILM KI & KA

Oleh: Adistirana Putty

Patriarki, satu kata yang selalu menjadi persoalan antara kubu wanita dan pria, di belahan dunia manapun patriarki dianggap sebagai satu kata yang menimbulkan kontroversi. Meskipun saat ini gerakan-gerakan sosial berbau kesetaraan gender sudah sering digaungkan, nyatanya persoalan mengenai partriarki ini belum bisa diselesaikan. Budaya patriarki sejatinya tidak pernah merugikan salah satu pihak melainkan kedua pihak, entah pihak wanita maupun pria, itulah sebabnya gerakan sosial mengenai kesetaraan gender diberlakukan (Paramita & Pratiwi, 2022). Tidak dapat dipungkiri dengan kemajuan teknologi, gerakan sosial seperti ini dapat dituangkan dalam sebuah film yang lebih mudah diterima oleh masyarakat. Kontruksi yang dibangun oleh media massa membuat penyampaian akan sebuah gerakan dapat lebih mudah dicerna oleh masyarakat. Penggunaan film untuk penyampaian isu gender ini juga digunakan oleh film besutan India yang berjudul Ki & Ka.

Ki & Ka merupakan film yang terbit pada tahun 2016 dengan pemeran utama yaitu Kia (Kareena Kapoor) dan Kabir (Arjun Kapoor). Film ini menceritakan bagaimana keadaan isu gender di India sebagai salah satu negara dengan budaya patriarki yang cukup kental. Film ini mengangkat sebuah topik yang berbanding terbalik dengan keadaan ‘ideal’ yang digaungkan oleh masyarakat. Film ini bercerita mengenai Kia dan Kabir, sepasang suami istri yang menjalankan kehidupan pernikahan mereka yang cukup berbeda dengan kehidupan pernikahan yang biasanya dilakukan. Kia digambarkan sebagai sosok wanita dengan ambisi tinggi yang berjuang untuk menjadi sukses di dunia bisnis. Sedangkan Kabir digambarkan sebagai sosok pria santai dengan minim ambisi yang lebih senang dan bercita-cita untuk menjadi seperti ibunya yaitu sebagai bapak rumah tangga yang lebih banyak menghabiskan waktu dirumah untuk mengurus rumah serta keluarganya.

Kehidupan pernikahan dua sejoli ini nampaknya tidak berjalan dengan mulus, meskipun telah ada kesepakatan diawal mengenai pembagian kedua peran yang cukup melawan arus masyarakat pada umumnya. Representasi masalah gender pada film ini sudah mulai tergambarkan dengan pengakuan di awal film dari Kia yang menganggap bahwa ketika wanita sudah menjadi istri bagi seorang pria, wanita tersebut hanyalah sebuah penyangga dan senderan bagi suaminya. Hal ini juga sudah sering terdengar dengan ungkapan di masyarakat yang berbunyi “dibalik setiap kesuksesan pria, ada seorang perempuan”. Kemudian terdapat adegan dimana sebelum Kia dan Kabir menikah, Kabir menyatakan keinginannya untuk menjadi seperti ibunya yaitu mengurus rumah dan keluarga, tetapi ungkapan Kabir ini tidak langsung diterima oleh Kia, terdapat rasa kebingungan dan isyarat tidak menyukai terhadap ungkapan Kabir tersebut yang tentu saja berbanding terbalik dengan keadaan ideal yang dibicarakan oleh masyarakat. 

Kemudian dengan berjalannya pernikahan mereka yang cukup unik ini, nyatanya Kia tidak bisa secara terbuka memberi tahu dan mengakui kehidupan pernikahan mereka yang tentu saja dianggap cukup aneh bagi orang lain. Persoalan ini ternyata membawa keresahan kembali bagi pernikahan mereka, namun dengan sangat cepat dapat diselesaikan ketika Kia dengan sangat bangga terbuka pada teman-temannya mengenai kondisi pernikahan mereka. Tak lama dari itu kesuksesan Kia dalam karirnya sangat melejit, ketika dirinya bisa memberikan sebuah ide yang didapat berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman pernikahan dirinya sendiri. Ketika kesuksesan Kia sedang berada dipuncaknya, dirinya mendapati persoalan baru dimana dirinya terindikasi sedang hamil. Kebahagiaan ini nyatanya tidak dipandang baik oleh Kia karena dirinya menganggap ketika wanita karir memiliki anak, itulah akhir hidup mereka. Tentu saja anggapan ini dibangun karena masyarakat akan lebih memojokkan wanita karir yang memiliki anak untuk fokus saja kepada anaknya dan meninggalkan dunia karirnya. Tetapi persoalan ini dengan sangat cepat tidak menjalar kepada yang lainnya ketika dirinya terindikasi tidak hamil. 

Kesuksesan Kia membuat Kabir juga terseret dalam perhatian masyarakat. Kabir dianggap sebagai seseorang yang bergantung secara finansial kepada Kia dan masyarakat bertanya-tanya apakah dirinya merasa iri dan tersinggung akan kesuksesan istrinya. Hal ini tentu saja menjadi pertanyaan bagi banyak orang dikarenakan budaya yang terbangun adalah pria merupakan sosok pencari dan pemberi nafkah sedangkan wanita merupakan sosok yang diam dirumah dan mengurusi segala kebutuhan domestik. Namun dengan sangat bangga Kabir memberikan pendapatnya bahwa tugas dan peran dari istri serta suami hanyalah kontruksi masyarakat dan sebuah tradisi yang diturun-temurunkan, ia juga mengemukakan bahwa wanita yang menjaga rumah tidak pernah merasa tersinggung serta iri akan keberhasilan pria, maka perlukah pria tersinggung akan keberhasilan wanita?

Ungkapan yang dikemukakan oleh Kabir ini dengan sangat cepat menarik perhatian masyarakat dan dengan sangat cepat juga menarik media massa untuk menaruh perhatiannya pada Kabir. Tak lama dari itu Kabir dianggap sebagai ‘sosok idaman wanita’ karena bisa menjadi sosok pria yang wanita idamkan dalam sebuah pernikahan. Sosok pria yang tidak hanya mementingkan karir dan fokus memberikan nafkah, tetapi sosok pria yang juga peduli akan urusan domestik. Hal ini tentu saja jarang ditemui dalam lingkungan masyarakat yang kental akan dunia patriarki. Namun kebaikan yang diterima Kabir nyatanya tidak dapat diterima dengan mudah oleh Kia. Perhatian yang biasa diterima oleh Kia sebagai sosok wanita independen dan wanita karir dengan cepat tergeser oleh suaminya sendiri. Hal ini membuat Kia menganggap bahwa Kabir menggunakan dirinya untuk dapat meraih kesuksesan dan ketenaran.

Pada titik inilah, bahtera rumah tangga mereka berada diambang kejatuhan, komitmen yang dibangun ketika awal nyatanya tidak begitu kuat mengikat mereka berdua. Pertengkaran hebat terjadi diantara mereka, Kabir yang kesal pergi meninggalkan Kia sedangkan Kia merenungi tindakan dan meminta pendapat dari ibunya. Sebagai sosok ibu yang juga sebagai wanita karir, dirinya memberikan tanggapan bahwa Kia terbiasa mendapati perhatian karena dirinya merupakan “si pencari nafkah” dan Kabir merupakan “pengurus rumah”. Masyarakat sekitar selalu menggangap dan mengagung-agungkan si pencari nafkah dan tidak pernah menaruh perhatiannya pada si pengurus rumah. Itulah mengapa ketika si pengurus rumah mendapati semua perhatian yang tidak pernah didapatkannya, dirinya merasa senang dan dihargai namun hal ini dianggap sebagai hal yang buruk oleh si pencari nafkah.

Pada akhirnya segala persoalan yang terjadi pada pernikahan mereka tidak jauh dengan persoalan gender yang dibangun dan dilestarikan oleh masyarakat. Masyarakat sendiri yang membagi dan mengkontruksi peran antara wanita dan pria dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika ada salah satu peran yang tidak sesuai atau tidak bisa dijalankan oleh wanita maupun pria, hal tersebut dianggap sudah menyalahi aturan yang sebenarnya tidak pernah tertulis sedari awal. Perkataan ibunya kepada Kia lah yang membuat Kia tersadar bahwa selama ini terlalu fokus akan dirinya sendiri sebagai si pencari nafkah dan tidak terlalu memedulikan Kabir sebagai si pengurus rumah.

Segala topik kontroversial yang ada dalam budaya patriarki dengan sangat apik dimunculkan dalam film besutan R. Balki dan kawan-kawan. Film ini dibalut dengan nuansa romansa dan komedi meskipun topik yang diangkat merupakan topik sensitif yang dengan sangat mudah menimbulkan perdebatan di masyarakat. Mengangkat isu gender tanpa merendahkan salah satu pihak merupakan cara terbaik dalam memperkenalkan kesetaraan gender, dan film ini berhasil dalam melakukannya.



Sumber referensi:

Paramita, D. N., & Pratiwi, M. R. (2022). Negosiasi Identitas Peran Gender pada Film Bollywood. Jurnal Komunikasi, 13(2), 102-111.