Cerita Perjalanan Jilid Satu

Cerita Perjalanan Jilid Satu
Oleh : Andiny Mesopiana D.


Untuk jiwa yang belum sepenuhnya tenang,

Untuk pencapaian yang tak sesuai harapan,

kuingin kali ini tuk tenang...


Aku belum sepenuhnya lega, hatiku masih terbelenggu memori kepala. 

Ritme nafas tak biasanya, kuambil tarikan dalam yang sepertinya juga melemah.


Air mata mengalir deras membasahi kerutan wajahnya. Ku pandangi netra hitam legamnya, ia seolah berkata, "Jangan sedih anakku, aku bangga akan doa dan usahamu. Kalaupun semua orang di dunia ini ingin menyingkirkanmu, aku lah orang pertama yg akan memelukmu, di kala jarak tak memberi kesempatan pada waktu."


Walking In The Wind dari One Direction, musik pop yang diputar bergantian bersama barisan musik bergenre setipe dalam playlist bernamakan Walk'man. Sore ini menjadi perjalanan paling panjang yang menyedihkan bagiku. Pergi meninggalkan kota kelahiran dan kembali berjuang di kota orang katanya. Hiruk pikuk stasiun kota adalah hal pertama yang mengingatkanku akan pertemuan juga perpisahan. 


Setiap pertemuan memiliki makna yang berbeda. Kebahagiaan atau kesedihan memori lama. Namun, hal ini tak berlaku pada perpisahan. Selamanya akan terasa sama. Pahit, kesedihan, dan selalu terlihat menyakitkan.


Jiwa ini sudah banyak sakitnya. Banyak juga sedihnya. Bahkan, kalau aku ditanya apakah kamu akan menangis, jawabannya, tidak. Karena menangis pun rasanya sudah tak  mampu lagi. Terlalu banyak rasa yang dipendam dan tidak pernah tau bagaimana cara untuk mengekspresikannya. 

Lagu itu diputar kesekian kalinya, hingga tiba pada sebuah lirik, kalimatnya seakan membiusku pada beberapa tahun lalu. Katanya, 


We had some good tricks up our sleeve

Goodbyes are bittersweet

But it's not the end, I'll see your face again

You will find me

 

Lagu ini kumaknai bersama Ayah. 


"Banyak rencana indah yang kubuat untuk masa depan, perpisahan adalah jalan awal yang harus ku terjang. Tapi, ini bukanlah akhir dari segalanya, kita akan bertemu lagi. Dimanapun, kamu akan selalu menemukanku."


Pada sisi lain sudut Ibu Kota, di atas kereta tampak sekilas kulihat seorang anak laki-laki berambut merah sedang menari-nari gembira mengarah pada wanita tua yang tengah duduk dihadapannya. Ditatapnya dalam, anak laki-laki berumur sekitar lima tahunan itu, sesekali ia mengusap air matanya sendiri. Tampaknya, mereka sangat menikmati kebahagiaan hari itu. Dengan sekantong karung yang diletakkan disampingnya, ia mengelus rambut merah matahari anak laki-lakinya. Rupanya, sang ibu mengeluarkan sebungkus nasi dengan lauk ayam goreng lengkap beserta kuah kari kuning yang sudah menutupi sebagian nasi putih. Disuapkannya nasi ibu pada sang buah hati. Sesekali, sang anak mengacungkan ibu jarinyaseolah mengatakan 'enak sekali rasanya'. Ibunya tersenyum. Bahagia. 


Kumaknai cerita tersebut sebagai 'Cerita Perjalan Jilid Satu'.