Surat Untuk Laut
Karya: Rafa Annisa F
Langit yang menunjukkan warna biru gelap, yang dihiasi bintang di sekitarnya itu menandakan bahwa hari ini sudah memasuki waktu malam, waktu di mana wajarnya semua orang akan beristirahat, beristirahat dari lelahnya seharian bekerja, beristirahat dari orang-orang yang bikin cape, atau beristirahat dari pikiran mereka. Hal ini diperkuat ketika kalian melihat ke arah jam dinding berbentuk bulat yang tergantung di sebuah dinding kamar bercat kan putih, dengan jarum pendek dan jarum panjang sama sama berhenti di angka 12. Namun, hal tersebut tidak menghentikan gadis yang berada di kamar nya itu yang kini sedang mengambil beberapa helaian kertas, serta kebutuhannya untuk menulis ke atas meja belajarnya. Ia melirik ke arah kalender kecil yang berada di atas meja belajarnya, melihat bulatan merah yang ada di salah satu tanggal, 01 Agustus. Gadis itu menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan berat. Tangan kanan nya kini meraih pulpen hitam yang tergeletak di atas kertas putih. Selang berapa detik, gadis itu sudah terlarut dalam tulisannya, dalam kata yang berasal dari hatinya–untuk seseorang yang kini, entah bagaimana kabarnya.
“Surat ini kutulis tepat di hari ulang tahunmu.
Surat ini untukmu–seseorang yang pernah menjadi tempat ternyamanku untuk menumpahkan semua cerita, seseorang yang pernah menjadi pendengar terbaik, teman terbaik, dan penasehat terbaik untukku. Seseorang yang membuatku nyaman untuk menjadi diriku sendiri di depannya, seseorang yang menjadi salah satu alasan aku untuk tersenyum.
Hai, apa kabar? Kabarmu baik kan? Bagaimana di kampusmu? Kamu sekarang punya teman baru di kampusmu kan? Aku harap kabarmu baik di sana.. Aku harap keadaanmu lebih baik dari terakhir kali aku melihatmu.. Ahh, bahkan aku saja lupa, terakhir kita bertemu di mana.
Hm.. selamat ulang tahun. Selamat bertambah usia. Kamu berhak untuk mendapatkan banyak cinta, kasih sayang dari sekitarmu. Dan aku harap, teman-teman baru mu, dan kekasihmu, mengucapkan ucapan sayang di hari spesialmu ini.
Do’a ku tetap sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Semoga apa yang kamu semogakan segera tersemogakan, semoga kamu jadi pribadi yang lebih baik lagi, semoga kamu diberikan sehat selalu, dan semoga kamu dikelilingi oleh orang-orang baik dan yang sayang padamu.
Semoga diantara hari yang membuatmu jengkel, membuatmu sedih, ataupun kecewa, kamu tetap dapat berbahagia dengan apa yang ada di sekitarmu. Kamu masih dapat tersenyum dengan tulus.
Hey, semangat terus ya! Aku selalu bangga dengan apapun yang kini kamu lakukan, aku akan terus dukung apa yang kamu sukai. Aku yakin kamu dapat menyelesaikan kuliahmu dengan baik, sangat baik! Karena kamu hebat.
Sekali lagi, selamat ulang tahun, Laut.”
Reva, gadis berambut hitam sebahu itu meletakkan kembali pulpennya di atas kertas, ketika sudah merasa cukup menumpahkan seluruh isi hatinya. Dirinya bergegas membereskan barang-barang di atas meja nya; kertas yang tadi, kini ia buat menjadi bentuk perahu kecil. Kertas itu ia simpan ke dalam tas nya, bersamaan dengan barang-barang lainnya yang akan ia bawa nanti pagi, ke tempat kesukaanya–ke tempat kesukaan mereka berdua.
Angin berhembus membawa aroma asin laut yang khas, langit biru cerah tanpa dihalangi awan, dan laut biru dengan ombaknya yang indah, membuat siapa saja betah berlama-lama di sini, termasuk Reva. Reva, semenjak ia menapakkan kaki nya di atas pasir putih halus itu, pandangannya tidak berhenti menatap ke arah laut. Kaki yang awalnya ragu untuk melangkah lebih dekat, kini mulai menunjukkan keberaniannya; mulai mengambil selangkah dua langkah mendekati laut. Kini, kakinya mendekat ke air, membiarkan buih-buih ombak itu menyelimuti kaki nya. Masih dengan pandangan ke depan dan perahu kertas yang berada digenggamnya, gadis itu lagi-lagi menghela nafasnya dalam, lalu menghembuskan nya kembali, berkali-kali ia lakukan sampai ia merasa tenang.
Badan kecilnya ia bawa untuk lebih dekat dengan air; menundukkan badannya sedikit, lalu meletakkan perahu kertas itu di atas laut dengan bergelombang tenang. “Tolong bawa dia pergi menuju Laut, sampaikan padanya, mungkin, ini adalah surat terakhir dari ku untuknya,” ucapnya berbisik, seraya memohon agar keinginannya terkabulkan. Suaranya kecil sekali sampai-sampai suaranya tenggelam dengan suara derasnya laut. Perahu kecil itu semakin pergi menjauh dari Reva, meninggalkan Reva sendiri dengan hati yang kosong. Surat yang dibentuk menjadi perahu kecil itu mengajarkan Reva untuk coba menerima kenyataan yang sudah terjadi. Menerima jika kini, perahu kecil itu sudah pergi menjauh dari pandangannya, dan akan terus berlayar mengarungi luasnya laut ini. Sama seperti Lautnya, yang kini sudah pergi meninggalkannya sendiri, dan terus menjalani kehidupannya yang bahagia tanpa Reva menemaninya.
Kini, senyum tipis terlukis di wajah cantiknya, memberitahukan bahwa, sang pemilik senyum kini sudah menerima, dan akan memulai kehidupan baru tanpa bayang-bayang Laut nya.