Rekonstruksi Gender pada Film Ki and Ka

 Rekonstruksi Gender pada Film Ki and Ka

Oleh: Mahlisa Oktaviana Agustin

Film Ki and Ka yang di sutradarai oleh R. Balki ini mengajak masyarakat untuk keluar dari stereotip yang sudah melekat pada budaya patriarki di mana seorang pekerja eksternal akan terus dilihat sebagai pemeran utama di masyarakat dari pada seorang pekerja domestik. Sering kali pekerja eksternal dianggap sebagai kewajiban dari laki-laki dan pekerjaan domestik adalah untuk perempuan. Hal ini lah yang terjadi pada realitas sosial yang mana peran sosial laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan oleh karena adanya konstruksi sosial.

Secara harfiah, jenis kelamin atau sex memiliki pengertian yang berbeda. Jenis kelamin terbentuk secara alamiah dan tidak dapat dipertukarkan, namun gender terbentuk karena adanya proses sosial yang ditentukan oleh kondisi dan tempatnya. Seperti pada film Ki and Ka yang merupakan film produksi dari India. Lingkungan masyarakat India dikenal memiliki budaya patriarki yang kuat, seperti perempuan hanya akan melakukan pekerjaan domestic seperti mencuci, mengurusi rumah tangga dan mengurusi anak. Sedangkan, laki-laki harus melakukan kewajiban pekerjaan eksternal seperti bekerja di kantor.  

West & Zimmerwan (1987) mengemukakan bahwa gender diciptakan dan diperkuat melalui diskusi dan perilaku. Sehingga, penetapan peran yang dilakoni oleh masing-masing pihak haruslah terdapat tawar menawar. Hal ini lah yang dilakukan oleh Kia (perempuan) dan Kabir (laki-laki) pada film Ki and Ka. Sebelum terjadi pernikahan, Kia yang merupakan wanita karir dan Kabir yang memiliki cita-cita agar dapat seperti ibunya melakukan kesepakatan bahwa setelah menikah nanti Kabir yang akan melakukan pekerjaan domestik dan Kia akan terus mengejar ambisi nya untuk bekerja di kantor dan mendapatkan posisi yang ia inginkan.

Hal itu lah yang menjadi perhatian masyarakat dalam film Ki and Ka yang seolah mencoba untuk merekonstruksi pemikiran masyarakat bahwa seorang perempuan dapat menjadi pekerja eksternal dan laki-laki menjadi pekerja domestik tanpa harus mengubah jenis kelaminnya.

Walaupun, tak sedikit media massa di India mengkritik film tersebut karena dianggap keluar dari kodrat nya serta kultur dan kondisi sosial di India yang memiliki budaya patriarki yang kuat. Dalam membangun kesetaraan dan keadilan gender memang sulit dilakukan secara cepat karena pastinya akan bertentangan dengan budaya yang memang memiliki budaya patriarki yang kuat. Namun, rekonstruksi gender ini dapat terwujud apabila dilakukan secara bertahap dan setiap individu lebih memahami perbedaan gender dan jenis kelamin serta adanya kesepakatan di antara kedua belah pihak. 



Referensi

Ch, M. (2006). Rekonstruksi kesetaraan dan keadilan gender dalam konteks sosial budaya dan agama. EGALITA.

Wandi, G. (2015). Rekonstruksi maskulinitas: menguak peran laki-laki dalam perjuangan kesetaraan gender. Kafaah: Journal of Gender Studies5(2), 239-255.

Putri, O. K. (2017). Dekonstruksi nilai perempuan india dalam film bollywood (Analisis Semiotika dalam Film Ki and Ka Karya R. Balki) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).