Zoophilia : Another Creepy Fetish

Zoophilia : Another Creepy Fetish
Oleh Annisa Fadhilah


Sudah dengar berita tentang seorang remaja yang diduga telah melakukan upaya pembunuhan kepada anak kecil dan melakukan rudapaksa terhadap 300 unggas di salah satu kota di Indonesia? Atau seorang oknum ojek online yang melakukan tindakan seksual terhadap seekor ayam hingga ayam tersebut mati hingga videonya viral di media sosial Twitter? Kasus-kasus serupa tak hanya terjadi di Indonesia, bahkan di luar negeri kasus tersebut semakin banyak. Tahun 2019, di Chengdu, China, seseorang melakukan rudapaksa terhadap hewan-hewan ternaknya.


Orientasi seksual tersebut bagi sebagian besar orang disebut sebagai tindakan seksual yang menyimpang. Karena sejatinya manusia sejalan dengan agama dan moral adalah bersanding dengan manusia. Orientasi seksual tersebut sangat merugikan banyak pihak karena dianggap meresahkan bagi sebagian besar pecinta hewan. Karena ketika melakukan tindakan tersebut terjadi pemaksaan, pemberian obat tenang agar hewan tidak memberontak hingga menyebabkan kematian.


Mengejutkan sekali, ya, Sobat JMPS? Bahkan hewan-hewan pun dipaksa harus menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual seorang manusia. Ada kondisi biologis dimana seseorang memiliki hasrat seksual yang besar terhadap hewan yakni dinamakan Zoophilia. 


Dalam jurnal Achieves of Sexual Behaviour yang berjudul Zoophilia in Men: A Study of Sexual Interest in Animals terdapat pembelaan terhadap hal ini dari Matthews (1994), seorang pria yang telah “menikahi” kuda poninya, menulis sebuah buku berjudul The Horseman yang di dalamnya ia membela hak-hak yang disebut “zoophiles,” sebuah label identitas terbaru untuk orang-orang yang menyatakan cinta seksual dengan hewan.


Bahkan, dalam drama Broadway karya Edward Albee berjudul “The Goat” yang menceritakan tentang seorang pria beristri yang jatuh cinta pada seekor kambing yang kemudian menghadiri kelompok terapi pecinta binatang, pada akhirnya memenangkan Tony Award yang bergengsi untuk drama terbaik tahun 2002.


Yup, di luar negeri, kasus ini sangat kontroversi karena memiliki golongan yang pro terhadap Zoophilia.


Dikutip dari fimela.com, Zoophilia biasanya terjadi karena pelaku-pelaku tersebut tidak memiliki hubungan yang baik dengan manusia sehingga hewan menjadi salah satu pelampiasan segala macam emosi termasuk hasrat seksual. Dalam beberapa pernyataan, ada beberapa dokter mengatakan bahwa ini bukanlah gangguan seksual. Karena pada dasarnya dapat disebut sebagai gangguan apabila hal tersebut mengganggu orang yang melakukan tersebut. Orientasi seksual kerap menjadi kontroversi, karena sesuatu yang dianggap banyak, belum tentu normal, begitupun sebaliknya.


dr. Roslan Yusni Hasan Sp.BS dikutip dalam kompas.com, memberikan pernyataan yang menarik bahwa manusia merupakan omni seksual atau fleksibel perihal hasrat seksual. Menurutnya, bahkan ada orang yang naik libidonya melihat jembatan. Jadi, tidak mengherankan bahwa kita sering mendengar berita tentang ada manusia yang mampu menikahi anjing atau pohon. Orientasi seksual tersebut hanya dapat dikatakan menyimpang bila dilihat dari segi teologis dan tempat tinggal keberadaan orang tersebut. Perlu kita tegaskan bahwasanya orientasi seksual yang dianggap lazim oleh masyarakat adalah orientasi heteroseksual. 


Karena, perilaku menyimpang didefinisikan sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan aturan-aturan masyarakat setempat, maka, jelas bahwasanya melakukan hubungan seksual bahkan rudapaksa hewan adalah perilaku menyimpang. Sejalan dengan perlaku menyimpang, penyimpangan seksual ini juga dikatakan sebagai perilaku yang tidak lazim dilakukan oleh seorang manusia salah satu contohnya adalah Zoophilia.


Dan, di Indonesia sendiri terdapat pasal yang mengatur tentang tindakan seksual ini secara tidak langsung. “Yang dimaksud dengan "penganiayaan" adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fifiologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi.” - Penjelasan Pasal 66 (2) huruf C UU No. 18 Tahun 2009. Sejalan dengan pernyataan tersebut, jelas Zoophilia di Indonesia termasuk kedalam pelanggaran hukum karena menyalahi kemampuan biologis dan fifiologis hewan. Selain menyebabkan kematian pada hewan, tindakan ini meresahkan masyarakat.


Zoophilia dapat diatasi dengan bantuan khusus seperti terapi dan konsultasi seksual kepada psikiater khusus.