Kurangnya Sifat Menghargai,Gambaran Anak Nasional Bangsa Indonesia

Peringatan Hari anak nasional bertepatan pada tanggal 23 juli 2013 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudoyhono memberikan pidatonya di gedung SME Tower,Jakarta Selatan. Kurang lebih selama 25 menit bapak negara berpidato didepan 1000 anak pelajar tingkat SD dan atas.
Isi pidato SBY jelas mengenai anak disini ia mengatakan hingga akhir 2012, anak-anak mencapai sepertiga dari total penduduk Indonesia atau sekitar 34 persen. Jumlah anak-anak yang besar itu merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya.
Tapi selama waktu berpidatonya hanya sedikit dari anak-anak yang hadir pada saat itu mendengarkan dengan seksama pidatonya, mereka asyik dengan kegitannya masing-masing, ada yang sibuk bermain dengan handphonenya, ngobrol, tidur dan bahkan ada yang asyik berfoto-foto.
Kurangnya sifat menghargai dari anak-anak Indonesia saat ini, inilah yang membuat anak-anak pada zaman sekarang banyak yang tidak berhasil untuk berpartisipasi memajukan negri ini, terkadang mereka hanya mampu berargumen tanpa memberikan solusi terbaik dari apa yang mereka pandang negatif, apalah arti sebuah argumen dan berharap perubahan tanpa dimulai diri kita sendiri yang merubahnya???
Misalnya, berdemo dengan adanya kebijakan dari pemerintah yang tujuannya untuk negri sendiri,BBM. Mereka hanya memandang dari sisi negatif akan dampak dari kebijakan tersebut tanpa memandang dampak kedepannya untuk negara ini. Karena sikap kurang menghargai tadi lah sehingga terkadang pemerintah dibuat merasa serba salah. Seharusnya kita sebagai anak negri bisa melihat bagaimana setidaknya pemerintah juga berperan untuk negri ini, tidak hanya memandang dari segi perbuatan khilafnya nya saja seperti korupsi, bukan berarti kita melupakan apa yang diperbuatnya, tetapi mulai lah dengan sikap menghargai dengan melihat apa yang telah diperbuat untuk kita dan apa yang ia perjuangkan demi kita.
Bagaimana perasaan Pak SBY ketika ia memberikan perhatiannya kepada anak bangsa tapi pada saat itu apa yang diberikannya tidak diapresiasi sama sekali oleh anak-anak. Sungguh mengkhawatirkannya penerus bangsa masa depan kelak. [Mila Irawati, Anggota Biro Humaniora JMPS UPI]