Oleh: Ayu Ariyana Mulyani
“Abadikan Ilmu
dengan Menulis”
Pepatah diatas
sering kita temukan dalam buku sebagai reminder
bagi para akademisi untuk senantiasa produktif menghasilkan karya-karya baik
yang bersifat fiksi maupun non-fiksi. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit
mahasiswa yang kesulitan saat hendak menulis. Dalam sebuah artikel dijelaskan
bahwa banyak sekali pelajar Indonesia di luar negeri mengalami kesulitan pada
saat berhubungan dengan academic writing
(dalam artikel Kita “Melupakan” Ki Hajar Dewantara dalam Konsep Pendidikan
Modern).
Hal tersebut terjadi bukan
karena masalah kognitif dari diri mahasiswa tersebut, melainkan lebih kepada
pembiasaan diri berpikir secara kritis dan analisis. Model belajar mahasiswa
saat ini hanya terpaku pada bacaan-bacaan yang ada di dalam buku, sehingga
menjadikan mereka mahasiswa sastra yang menghafal setiap kalimat yang ada di
dalam buku tanpa membangun pengetahun dengan kemampuannya sendiri.
Selain itu,
dengan kecanggihan teknologi yang berdampak pada mudahnya akses informasi,
mengakibatkan mahasiswa menjadi kurang aktif mencari informasi dalam buku karena
terbiasa melakukan hal yang instan seperti budaya copy paste. Kebiasaan bergantung pada internet mengakibatkan suara
kritis mahasiswa mati terkalahkan oleh kecanggihan teknologi.
Mahasiswa
merupakan insan akademis, menulis merupakan salah satu identitas dari seorang
mahasiswa. Kemampuan literasi harus dimiliki oleh setiap mahasiswa. Kemampuan
tersebut di dukung dengan adanya model pembelajaran multiliterasi. Pembelajaran
multiliterasi merupakan konsep keterampilan berbahasa dipadukan dengan berbagai
macam ilmu pengetahuan. Dengan model pembelajaran seperti ini, akan memberi
ruang kepada mahasiswa untuk berpikir secara kritis dan analisis yang pada
akhirnya mahasiswa mampu membangun pengetahuan sesuai dengan kemampuannya dan
menuangkannya menjadi sebuah tulisan. Dengan penerapan model pembelajaran
multiliterasi, mahasiswa akan dituntut untuk lebih banyak membaca sumber bacaan.
Dengan banyak membaca, bank informasi yang terkumpul akan cukup sehingga
memudahkan mahasiswa untuk memulai menulis. Menulis dan membaca diibaratkan
seperti dua mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Banyak membaca tetapi
tidak dituangkan menjadi sebuah tulisan maka peluang untuk lupa akan lebih
besar, karena ingatan manusia hanya memiliki jangka untuk kemarin, hari ini,
dan besok. Banyak menulis tapi jarang membaca, maka hasilnya tidak akan begitu
maksimal terutama untuk menulis tulisan yang bersifat ilmiah.
Menulis
merupakan sebuah cara untuk merekam dan mengkomunikasikan perasaan, pengalaman,
dan pikiran. Berbeda dengan berbicara, dengan menulis kita bisa membaca kembali
tulisan yang pernah kita tulis. Menulis tidak hanya melibatkan kemampuan berpikir
saja, melainkan juga melibatkan perasaan. Rumus menulis, hanya dengan cara menulis apa yang di
rasakan. Menulislah dengan hati, lalu perbaiki dengan pikiran.
Manusia adalah makhluk
yang diciptakan oleh Allah swt. dengan banyak kelebihan, manusia dilahirkan
sebagai makhluk yang unik, yang tidak ada satu pun yang menyamainya di dunia.
Jangan biarkan kelebihan dan keunikan yang kita miliki hanya dijadikan sebagai
hiasan dalam hidup.
Sebagai seorang
akademisi, sudah sepantasnya menulis dijadikan sebagai teman hidup selama
menempuh pendidikan. Mahasiswa masa kini harus menjadi produsen tulisan dengan
menjadikan menulis sebagai sebuah kebutuhan. Tidak ada yang sia-sia dalam
menulis. Dengan menulis, sejarah akan dicatat. Dengan menulis, peradaban akan
dibangun. Dan dengan menulis, masa depan akan lebih berwarna. Make a history, not a story. Buatlah
sejarah dalam hidup yang salah satunya melalui tulisan. Dengan tulisan, kita
akan selalu dikenang. Tulisan merupakan warisan yang tak lekang oleh waktu.
Sayyid Qutbh pernah mewasiatkan bahwa satu peluru hanya bisa menembus satu
kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) sanggup menembus jutaan kepala.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2014. Desain Pembelajaran dalam Konteks
Kurikulum 2013.
Bandung: PT Refika Aditama
Bandung: PT Refika Aditama
Hakim, Widia Rahmita. (2011, 7 Desember). Membudayakan
Menulis di Kalangan Mahasiswa. Suara Kampus, Sastra Budaya
Hardono, Indy. (2015, 27 Maret). Kita “Melupakan” Ki
Hajar Dewantara dalam Konsep Pendidikan Modern. Kompas, Edukasi
Rif’an, Ahmad Rifa’i. 2013. Hidup Sekali, Berarti,
Lalu Mati. Jakarta: PT Gramedia
Scholastic Library Publishing. (2006). The New Book of
Knowledge Volume 5 (W-X-Y-Z)
Siringo, Suryono Briando. (2012, 25 Mei). Kenapa
Mahasiswa Mesti Menulis?. kompas, Muda