Penurunan Eksistensi melalui Acara Talk Show dan Aksi Turun Ke Jalan



Penurunan Eksistensi melalui Acara Talk Show dan Aksi Turun Ke Jalan
Oleh: Mohamad Ghufron Santoso
1407266
Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam

Menulis adalah kegiatan yang melibatkan pikiran, hati, dan diejawantahkan melalui coretan-coretan pena. Menulis itu penting. Karena jika kita tidak ingin hilang dan dilupakan oleh sejarah, maka buatlah karya. Salah satunya adalah dengan tulisan. Coba kita perhatikan Al Qur’an. Sebelum didokumentasikan, Al Qur’an hanya dihafal. Kemudian sahabat Rasulullah yang bernama Umar bin Khatab berinisiatif untuk menuliskan Al Qur’an, sebab pada zaman itu banyak sahabat Rasulullah para penghafal Al Qur’an gugur di medan perang. Maka dari itu, Zaid bin Tsabit menuliskan Al Qur’an dengan disaksikan oleh Rasulullah. Kemudian berkembang sampai sekarang dan kebermanfaatannya dapat dirasakan kaum muslimin bahkan seluruh umat manusia.
Mahasiswa sebagai kaum intelektual, mahasiswa dituntut untuk bisa menulis. Karena mahasiswa berada dalam ruang lingkup dunia keilmuan. Menulis juga dapat melatih kecerdasan otak dan menajamkan analisis berpikir kritis mahasiswa terhadap suatu permasalahan. Imam Syafi’i pernah berkata, “Ikatlah ilmu dengan tulisan”. Itu berarti, menulis adalah sebagai suatu langkah untuk mengikat ilmu karena manusia tidak luput dari lupa dan salah, tidak terkecuali mahasiswa. Untuk menciptakan kebiasaan menulis, seorang mahasiswa harus mengiringinya dengan membaca, sebab membaca dapat meningkatkan wawasan dalam menyikapi berbagai permasalahan dari berbagai sudut pandang dan seiring berjalannya waktu, kualitas tulisan mahasiswa akan terus meningkat sebanding dengan intensitas membacanya.
Menulis sangat begitu penting. Misalnya, ketika kebijakan pemerintah sekiranya tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, mahasiswa bisa mengkritik atau memberikan saran melalui tulisan berupa artikel, esai, maupun tulisan-tulisan yang diposting melalui media massa. Namun, saat ini identitas mahasiswa sebagai kaum intelektual sudah mengalami degradasi. Buktinya tidak jarang kita jumpai di televisi, banyak mahasiswa yang tersorot bukan sebagai aktivis yang mempertahankan hak-hak rakyat , melainkan sebagai penonton dalam acara-acara talk show yang tidak jelas perannya, hanya sorak-sorai meramaikan acara tanpa membicarakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang perlu dikritisi. Misalnya, harga BBM yang terus mengalami kenaikan, sehingga harga bahan-bahan pokok pun ikut melonjak naik.  Hal itu menyebabkan eksistensi mahasiswa cenderung menurun dan ada pula yang mengatakan bahwa mahasiswa sekarang bisanya hanya menjadi penonton bayaran acara di televisi. Saat ini, seakan-akan mahasiswa telah bersikap apatis. Artinya, kepekaan sosial mulai cenderung menurun dan mahasiswa hanya mementingkan kepentingan tren masa kini. Mahasiswa sekarang pun hanya menjadi aktivis-aktivis yang hanya gemar aksi, turun ke jalan, yang kemungkinan suaranya tidak ditanggapi oleh pemerintah, dan bagaikan angin berlalu saja.  Alangkah lebih baiknya, keluhan-keluhan mahasiswa itu dituangkan melalui tulisan-tulisan yang memang lebih efektif. Karena saat ini, perkembangan media massa sudah sangat pesat. Jadi, sudah bukan zamannya lagi kita terlalu radikal untuk senantiasa turun aksi ke jalan, yang berujung pada pengrusakan fasilitas umum.
Oleh karena itu, menurut saya mahasiswa saat ini perlu banyak membaca buku, kalahkan semua rasa malas, dan kembangkan potensi menulis. Jangan hanya pandai beretorika menyuarakan lantang di depan khalayak umum, tetapi juga harus menggemakan suara-suara tersebut dalam bentuk tulisan yang berdasarkan fakta serta kajian ilmiah. Agar kepercayaan masyarakat Indonesia kepada mahasiswa yang disebut sebagai agent of change, yang membawa peradaban ke arah yang diharapkan masyarakat, benar-benar dapat terwujud dan tidak ada lagi kesalahpahaman persepsi. Di akhir tulisan ini, saya mengutip kata-kata dari Pramoedya Ananta Toer, “Tahu kamu mengapa aku sayangi kamu lebih dari siapapun ? Karena kamu menulis. Suaramu tidak akan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”

Daftar Pustaka


Hakim, W. R. (2011, Desember 7). diakses April 14, 2015, dari suarakampus.com: http://suarakampus.com/?mod=sastra-budaya&se=detil&id=84