Santap Karya: Hari Hewan Sedunia


Tanggal 4 Oktober diperingati sebagai Hari Hewan Dunia. Mari kita gunakan tanggal hari ini untuk sejenak duduk bersama dan berfikir. Kali ini, bersama saya, Aldi, dan JMPS UPI, kita ulas tuntas tentang hari ini.

Manusia tidak hidup sendirian di bumi ini. Kita hidup bersama dua spesies makhluk hidup lain: hewan dan tumbuhan. Masing-masing dari ketiga spesies makhluk hidup tersebut mempunyai fungsi dan tujuannya masing-masing; mereka diciptakan dengan peruntukannya masing-masing oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita menempatkan diri dalam rantai kehidupan. Manusia tidak berdiri di atas hewan, dan begitu pula sebaliknya. Ada baiknya kita memahami fungsi dan tujuan diciptakannya kedua makhluk tersebut dalam hidup ini.

Hari Hewan?

Hari Hewan Sedunia (World Animal Day) adalah sebuah gerakan sosial untuk meningkatkan status sosial hewan di mata manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan kedua makhluk hidup. Dikutip dari situs http://www,worldanimalday.co.uk/:
To raise the status of animals in order to improve welfare standards around the globe. Building the celebration of World Animal Day unites the animal welfare movement, mobilising it into a global force to make the world a better place for all animals. It's celebrated in different ways in every country, irrespective of nationality, religion, faith or political ideology. Through increased awareness and education we can create a world where animals are always recognised as sentient beings and full regard is always paid to their welfare.
Hari hewan sedunia adalah untuk meningkatkan status margasatwa dalam rangka meningkatkan standar kesejahteraan di seluruh dunia. Membangun perayaan Hari Hewan Dunia mempersatukan pergerakan kesejahteraan hewan, memobilisasinya menjadi sebuah daya global untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk semua hewan. Hari ini dirayakan berbeda di setiap negara, tanpa memperhatikan kebangsaan, agama, kepercayaan atau ideologi politik. Melalui peningkatan kesadaran dan pendidikan kita bisa membuat sebuah dunia dimana hewan selalu dikenali sebagai makhluk yang ada dan dihargai penuh, serta diperhatikan kesejahteraannya.
Pergerakan sosial untuk menyokong hari hewan dunia bermarkas di Britania Raya (Inggris Raya). Jika tertarik, pembaca cerdas dapat mengunjungi situs http://www.worldanimalday.co.uk/ dan membaca semua informasi--atau bahkan menjadi sukarelawan untuk menyokong hak asasi hewan.

Mengapa hewan itu penting?

Manusia tidak bisa hidup sendiri. Paradigma manusia sebagai makhluk sosial tentu saja tidak asing lagi di mata kita selaku sosiolog. Namun, mari kita perluas kata makhluk sosial--tidak hanya membatasi diri pada hidup bersama manusia lain, tapi juga mencakup hidup dengan makhluk hidup lain: hewan dan tumbuhan.

Sebuah ilustrasi sederhana: saat kita makan ayam goreng, dari mana potongan daging ayam itu bisa kita makan? Saat Idul Fitri dan Idul Adha tiba, apa yang disembelih dan dimakan dagingnya oleh manusia? Semua peran tersebut dipegang oleh bangsa hewan--marga satwa, istilahnya.
Jika kita tidak merawat dan menjaga kesejahteraan hewan di bumi ini, bukanlah hal yang tidak mungkin besok hari, rantai keseimbangan kehidupan dunia akan goyah. Bukan hal yang tidak mungkin manusia saling memakan satu sama lain untuk menikmati daging karena bosan dengan sayuran. Bukan hal yang tidak mungkin para pedagang sate malang akhirnya menyembelih manusia karena tidak ada lagi sapi untuk dibuat daging sate.

Manusia dan hewan hidup berdampingan. Anjing pelacak dengan kepolisian. Anjing penyelamat
dengan petugas pemadam kebakaran. Anjing di depan rumah dengan petugas pengantar surat (baca: dikejar anjing membuat petugas itu berolahraga). Kucing dengan para pecinta kucing. Banyak sekali peran penting hewan, walaupun mematikan, dalam kehidupan manusia.
Tidak akan ada seni berburu jika tidak ada hewan untuk diburu. Tidak akan ada seni kuliner jika tidak ada hewan untuk dimasak. Tidak akan ada biologi dan zoologi jika tidak ada hewan untuk diteliti.
Kesimpulannya, hewan itu penting, dan harus kita jaga eksistensi dan kelestariannya.

Hewan, Masyarakat dan Sosiologi

Masyarakat kita yang menjunjung tinggi nilai dan norma masing-masing kelompok di dalamnya memiliki persepsi yang beragam mengenai hewan. Bagi sebagian orang, anjing dan babi adalah hewan yang dianggap menjijikan. Bagi sebagian orang lain, anjing adalah hewan yang menyenangkan dan tidak menjijikan.
Persepsi berbeda ini diakibatkan oleh berbedanya nilai dan norma yang dipegang oleh masing-masing kelompok. Mayoritas masyarakat beragama Islam akan menjauhi anjing dan babi karena dianggap menjijikan--tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Hal-hal seperti ini adalah kelumrahan, suatu hal yang sudah dianggap biasa di Indonesia--dan memang merupakan kekuatan masyarakat kita itu sendiri: keberagaman.

Namun, bukan menutup kemungkinan perbedaan persepsi ini dapat menimbulkan konflik. Biasanya konflik dalam konteks ini diakibatkan oleh persilangan dua persepsi mengenai hewan tertentu, serta persilangan dua perlakukan yang kontras terhadap hewan tertentu. Untuk mencegah konflik-konflik seperti ini terjadi, masing-masing kelompok, masing-masing individu, harus paham bahwa setiap individu memiliki persepsi yang berbeda terhadap hewan. Oleh karena itu, tidak berhak satupun individu di dunia ini memaksakan persepsinya kepada orang lain, baik dalam hal hewan, maupun dalam hal apapun.

Keberadaan hewan mewarnai hidup masyarakat. Pada saat yang sama, adanya hewan-hewan domestik dan hewan-hewan liar di tengah-tengah kehidupan masyarakat juga mewarnai kesehariannya. Kepunahan hewan akan mengganggu stabilitas kehidupan sosial, karena akan ada unsur yang dirasa hilang oleh masyarakat.

Selain itu, pergerakan sosial untuk menyejahterakan hewan, baik hewan domestik maupun hewan liar, kini terus digalakkan. Perburuan liar semakin keras dan dikecam. Aturan-aturan yang ketat semakin ditegakkan untuk menekan angka perburuan satwa liar, khususnya satwa yang langka.

Penangkaran dan pembudidayaan satwa langka menjadi prioritas utama--walaupun, pada implementasinya, masih menganut prinsip yang sangat familiar: formalitas proyek ada dulu, bagaimana nantinya itu kemudian (baca: iya, ada penangkaran, tapi banyak yang jauh dari kata memadai untuk hewan tersebut hidup).

Masyarakat Indonesia, khususnya semua pihak yang terlibat langsung dalam kesejahteraan hewan, harus mulai memperhatikan fasilitas yang mereka sediakan untuk menjaga keberlangsungan hidup satwa. Tidak lagi satwa yang menyeramkan lantas dibunuh. Tidak lagi kecoa yang melintas di depan mata lantas diinjak. Tidak lagi ular kecil yang sama sekali tidak berbahaya lantas dipenggal. Masih banyak hal yang harus dibenahi, jika kita ingin membuat Indonesia menjadi negara tropis yang ramah untuk ditinggali hewan.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh: Aldian Hudaya (Anggota JMPS 2017-2018), Mahasiswa Pendidikan Sosiologi 2015)