Santap Karya: Diskusi Senja

Diskusi Senja 

Oleh: Anisya Andriani


Senja hampir tiba, orang-orang mulai memenuhi tiap bagian pesisir pantai dan aku pun tidak ingin melewatkannya. Aku berjalan sembari menikmati tiupan angin yang menerpa tubuhku, dan pasir pantai yang putih seakan menenggelamkan telapak kaki ketika menapakinya. Sore itu pantai terlihat ramai sekali tidak seperti biasanya, pikirku mungkin di tahun ini pantai menjadi destinasi liburan banyak orang. Akhirnya aku menemukan spot yang tepat untuk menikmati pertunjukan senja nanti, sebatang kayu di dekat pohon kelapa menjadi tempat ku sore ini, aku duduk sembari menikmati kelapa muda yang aku pesan, cukup segar untuk suasana sore ini.

Aku mengeluarkan sebuah buku novel dari dalam tas untuk selanjutnya aku baca sambil menunggu senja tiba atau orang- orang sering menyebutnya sunse . Baru saja aku membaca 5 lembar halaman – sunset sudah mulai terlihat, orang-orang mulai mengeluarkan handphone canggih mereka untuk mengabadikan momen ini, tak sedikit photografer  pun mulai menyuruh modelnya untuk berpose, senja yang tergambarkan oleh orang-orang merupakan suatu keadaan yang tenang dalam kesendirian serasa dunia milik sendiri di pantai dengan ombak dan burung yang berlalu lalang, tapi menurutku inilah pertunjukan senja yang dimana semua keindahan langit tergambarkan dalam kanvas awan yang nyata, perpaduan warna jingga yang kemerahan dengan warna-warna lainnya yang membuat suasana menjadi hangat, pantulan warna di hamparan lautan membuatnya semakin indah di pandang dan ini lah lukisan Tuhan yang indah. Banyak orang yang berburu keindahan saat matahari tenggelam,menikmati sisa hari setelah penat seharian beraktifitas.

Mataku terus memandangi indahnya warna jingga kemerahan yang terpancar dari sinar matahari, tetapi bukan hanya itu yang aku lihat, ada suatu hal yang membuat ku ingin menuliskannya dalam buku. Semesta berbicara tanpa suara, hanya bisa menggambarkannya dalam nuansa senja yang memberikan kehangatan untuk makhluk di bumi yang menyaksikannya. Wajahnya perlahan mulai tenggelam seakan di telan lautan, bahkan ketika akan pergi pun dia tetap memancarkan warna indahnya hingga gelap malam yang menggantikannya. Di langit yang sama matahari dan bulan bertemu, sebuah diskusi kecil di antara keduanya menghantarkan bulan pada titik terang di langit, yang sinarnya terpancar dari matahari yang telah pergi, tenyata dia masih meninggalkan jejaknya pada bulan.

Suasana pantai setelah senja semakin hangat, langit yang mulai gelap dan bulan yang bersinar terang serta taburan bintang kelap kelip di langit menjadi perpaduan yang harmonis malam itu. Ini adalah suatu hal yang aku pelajari dari diskusi senja ini, dari matahari yang tanpa lelah menyinari bumi yang sinarnya dapat menyinari jalan bagi jiwa yang tersesat, menghangatkan jiwa yang sepi, dan sinarnya mampu menjadi pemandu untuk melihat seisi dunia. Dan aku bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptakan skenario pertunjukan senja yang indah ini, yang membawaku terhanyut dalam setiap skenario yang di buat-Nya.

Alunan musik dan lagu menambah kehangatan di pantai ini, penaku terhenti menulis, dan telingaku meraba-raba suara seakan memperjelas apa yang aku dengar, ternyata aku mendengar alunan sebuah lagu yang sudah tak asing ku dengar. "Senja sudah lewat dan malam mulai pekat saatnya rindu..." sepenggalan lagu yang ku dengar malam itu, dan aku bertanya apakah bulan akan merindukan matahari?