PILCAKOR SERENTAK
Oleh: Penulis Serabutan
Awal kata, ini adalah tulisan pesimistis. Saya adalah orang Indonesia, asli, dari lahir bahkan mungkin sampai mati nanti. Yang saya kenal dari tempat lahir saya ini pertama adalah alamnya yang subur dan indah. Kedua, manusia dan budayanya penuh warna, ketiga-empat-lima dan seterusnya berisi bualan yang intinya negeri ini tempat yang bisa dikatakan... yah kurang nyaman lah. Kenapa? Miskin, kotor, ricuh, dan sebagainya sudah seperti makanan sehari-hari di negeri Indonesia ini. Satu hal yang paling menyebalkan di negeri ini, meskipun sesak rasanya untuk diakui, orang-orangnya bodoh.
"Manusia itu tidak ada yang bodoh!" Hmmm rasanya banyak di negeri ini.
Jangan membilang dari angka putus sekolah atau strata pendidikan formal. Coba kita lihat dari hal paling fundamental, prinsip. Kebanyakan, saya tak sebut semuanya karena mungkin segelintir orang tidak terima, orang Indonesia itu selalu mengulang-ulang kesalahan yang sama. Contoh, pagi hari Udin bangun dan kemudian hal pertama yang dia lakukan adalah pergi mencari rokoknya, lalu dia bakar rokok itu dihisapnya sampai habis. Bodohnya, besok pagi dia lakukan itu lagi dan lagi di pagi-pagi selanjutnya. Lihat? Bukannya minum dulu atau cuci muka dulu tapi malah merokok. Memang sih itu hak Si Udin, tapi bila memang "Manusia itu tidak ada yang bodoh!", apakah yang dilakukan Udin ini cerdas?
Contoh lainnya, Tarso tiap menyebrang jalan dia selalu sembarangan walaupun didekatnya ada jalur penyebrangan, hal itu dilakukan Tarso tiap hari dia ulang terus-menerus. Apakah itu cerdas? Bukan cuma Udin dan Tarso, masih ada banyak orang lagi yang melakukan kebodohan dan terua mereka ulang-ulang. Apa anda salah satunya? Saya harap tidak.
***
Tidak berharap sepemikiran, tapi semoga semua paham; intinya orang-orang kita itu bodoh. Sebenarnya ada banyak contoh yang ingin saya ungkapkan, tapi tentu itu akan menghabiskan lebih dari satu juta halaman karena tahulah pasti, contohnya terlampau banyak. Mari fokus ke satu contoh masalah yang paling menggelitik, perilaku cari untung sendiri, lebih runcingkan lagi ke arah mainan bapak ibu disana yang menjabat di kursi-kursi berapi; masalah korupsi.
Asal tahu saja indeks persepsi korupsi Indonesia itu menempati urutan ke-96 di Dunia dan urutan ke-3 di Asean. Data yang dihimpun KPK itu menguap fakta bahwa negara kita ini rawan korupsi. Siapa yang dihitung? Jangan pendek persepsi bukan cuma dari unsur pemerintahan saja, warga biasa pun punya potensi korupsi yang hampir sama. Jangan dulu menguangkan, mari lihat korupsi waktu, hal yang paling sering kita jumpai semisal kala seseorang seharusnya masuk kerja jam 7 pagi tapi dia dengan santainya setiap hari masuk jam 9. Korupsi itu namanya. Kemudian korupsi tanggung jawab, seseorang diamanahi sebagai ketua RT tapi dalam kesehariannya dia sama sekali tidak mengurus warganya. Korupsi juga itu namanya.
Mari ambil contoh yang sudah dipidanakan. Menurut data yang dilansir Tempo, yang dihimpun dari ICW (Indonesia Coruption Watch), tahun lalu 576 kasus korupsi yang mencuri pundi-pundi negara hingga 6,5 triliun lebih. Catat ini, uang sebesar itu dicuri hanya dalam setahun. Itupun yang ketahuan-ketangkap-kehitung, bagaimana dengan yang lolos? Angka sebesar itu mayoritas dicuri oleh para pelaku yang kebanyakan adalah para pemerintah, pengayom rakyat, pengabdi, yang seharusnya menjaga amanah rakyat, amanah kita, tapi malah mereka curi untuk perut sendiri.
Dilansir Tribun News, sejak tahun 2004 hingga kini ada 313 kepala daerah (bupati dan/atau gubernur) terlibat kasus korupsi. Data ini dicurahkan langsung oleh bapak Mendagri kita. Betapa bajingannya kan mereka? Itu baru kepala daerah, belum lagi anggota dewan, menteri, dan aparatur negara. Betapa kita menikmati kebodohan ini. Tahu apa yang lebih bodoh? Mereka (para pelaku) kesalahan itu terus mereka ulangi lagi dan lagi.
Saya yakin betul, ciri manusia bodoh adalah mengulangi kesalahan terus-menerus. Setuju?
***
Beberapa hari yang lalu, tepatnya 27 Juni 2018 kita baru saja melaksanakan pesta politik, Pilkada Serentak namanya. Proses pemungutan suara yang dilakukan bersamaan untuk memilih pimpinan daerah yang akan menjabat untuk 5 tahun kedepan. 171 daerah kota/kabupaten dan provinsi terlibat didalamnya. Tidak khawatirkah anda?
*maafkan penulis yang banyak nanya ini.
Melihat potensi saja kegiatan Pilkadanya ini sendiri rawan korupsi jika dilihat dari aspek pengawasan terhadap pelaksana, karena bila anda perhatikan panitianya saja tidak sepenuhnya dari pihak KPU. Poses pengawasan sangat minim. Selain itu, ada juga korupsi yang dilakukan para pemilih, suap tepatnya. Biasanya warga disogok untuk memilih salah satu pasangan. Jangan tutup mata, banyak yang seperti itu. Dibayar uang 50 ribu untuk dipimpin selama 5 tahun, bahkan tarifnya kadang lebih rendah. Kalau memang cerdas, harusnya orang Indonesia itu tahu, kalau ada pasangan calon yang melakukan suap sudah pasti tidak benar otak dan kelakuannya. Lah ini malah diterima dan dipilih pula. Maka dari itu wajar kan bila hasilnya setelah terpilih mereka korupsi...
Sedikit cerita tentang kesedihan dan keresahan saya pribadi, sudah tahu kan saya orang Indonesia? Tepatnya di negeri ini saya tinggal di daerah kecil, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sudah tiga kali berturut-turut bupati yang memimpin daerah saya ini terjerat kasus korupsi. Saya juga bodoh kan yah? Semoga anda bukan orang bodoh yang mau dibodoh-bodohi orang yang jauh lebih bodoh.
Pemilu itu adalah satu-satunya ranah untuk kita merasakan demokrasi yang sebenarnya. Negara yang katanya dipimpin oleh rakyat ini faktanya selama yang saya tahu itu dipimpin oleh segelintir orang-orang dari elit partai politik saja. Pada saat pamilu inilah kita benar-benar merasakan berada di atas mereka. Maka dari itu harusnya, idealnya, kita kemarin itu atau nanti di pemilu selanjutnya lebih hati-hati dalam memilih pemimpin. Walaupun ini memang tulisan pesimis tapi saya harap anda tetap optimis melihat Indonesia kedepannya. Biarkan yang lalu biarlah dipenjara, kedepannya semoga lebih baik. Akhir kata, optimislah!
***
Kenapa judulnya "Pilcakor..."? Artikan sendiri :p