Santap Karya: Via Vallen Vs. The World

Via Vallen Vs. The World
Oleh: Tiara Aulia Putri




Pada tanggal 4 Juni 2018, Via Vallen menumpahkan kekesalannya lewat InstaStories. Dalam InstaStoriesnya, terdapat screenshot DM dari seorang pemain bola di Indonesia. DM tersebut berisikan “I want u sign for me in my bedroom, wearing sexy clothes.” Di InstaStories kedua juga masih mengenai DM dari pemain sepak bola ini. Via Vallen mengeluh bahwa ia tak pernah bertemu dengan laki-laki ini dan sebagai penyanyi ia merasa dilecehkan oleh seorang pemain bola di tanah airnya sendiri. Ia pun menambahkan bahwa ia bukanlah tipe “cewek” yang pemain bola itu pikirkan. Dalam percakapan itu juga, si pemain bola menanyakan mengapa Via Vallen marah dan meng-screenshot percakapan mereka. Lagi-lagi, dengan beraninya Via Vallen membalas “Dont be affraid bro, I will not telling people who u are. U ask me Am I angry? What do you think after I have block your account.”

Karena aksinya ini, Via Vallen mendapatkan banyak respon dari netizen. Responnya ini sangat beragam, ada yang mendukung Via Vallen untuk melawan pelecehan ada pula yang menganggap tindakan Via Vallen ini berlebihan. Banyak sekali komentar netizen yang menyudutkan Via Vallen. Menuding bahwa Via Vallen ini sengaja melakukan ini karena untuk ketenaran. Ada juga yang menyebutkan bahwa Via Vallen sudah mencoreng nama baik sepak bola Indonesia karena membagikan DM itu di InstaStoriesnya. Ada juga yang mengomentari dan menyalahkan Via Vallen karena ia tidak memakai hijab dan menutup auratnya. Ada pula yang mengomentari bahwa Via Vallen seorang penyanyi dangdut dan sangat wajar bila ia dilecehkan. Ada juga yang mengomentari bahwa sebagai artis, hendaknya legowo dengan perilaku atau pesan-pesan seperti itu. Dan masih banyak ribuan komentar lainnya yang menyebalkan dan melelahkan untuk dibaca. Hal menarik lainnya, kebanyakan komentar yang menyalahkan korban datang dari sesama perempuan.

Victim Blaming atau menyalahkan korban adalah salah satu kebiasaan buruk yang selalu masyarakat lakukan disaat dihadapkan dengan korban pelecehan seksual. Hal ini pun terjadi kepada Via Vallen. Via Vallen sebagai korban disini, dan ia malah disalahkan oleh netizen karena tidak menutup auratnya, karena ia seorang penyanyi dangdut, ataupun karena ia berani untuk berbicara mengenai apa yang terjadi kepada dia. Padahal, percaya atau tidak, bahkan perempuan yang sedang melakukan ibadah Haji pun bisa juga menjadi korban pelecehan. (Read: http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43268073). Banyak sekali teman-teman yang memakai kerudung, dari kerudung biasa hingga kerudung syar’i bahkan ada teman perempuan yang memakai cadar pun, ia masih mendapatkan pelecehan seksual. Sampai sini, masih menyalahkan pakaian korban juga yang katanya mengundang birahi laki-laki?

Pelecehan seksual bukan mengenai pakaian, bukan mengenai pekerjaan apa orang itu, apakah orang itu sadar atau tidak saat dilecehkan, berapa umur orang itu saat dilecehkan —bukan tentang itu, tapi mengenai relasi kuasa. Di masyarakat yang sangat patriarkal seperti Indonesia ini, memang perempuan masih dianggap sebagai objek seksual saja dan masih ada anggapan bahwa posisi perempuan ini di bawah laki-laki sehingga pelaku pelecehan ini merasa bahwa ia lebih berkuasa dan dengan leluasa melecehkan perempuan.

Ada komentar netizen yang termasuk konyol, tetapi memang ini sudah menjadi permasalahan yang tidak disadari dan banyak di-iya-kan oleh masyarakat. Ada komentar bahwa Via Vallen seharusnya tidak “lebay” dalam menanggapi pelecehan yang ia terima karena ia adalah seorang penyanyi dangdut. Anggapan bahwa penyanyi dangdut boleh dilecehkan adalah hal yang sangat tidak manusiawi. Tidak ada orang yang pantas mendapatkan perlakuan yang buruk seperti ini. Meskipun Via Vallen adalah seorang penyanyi, ia tidak pantas untuk menerima pesan-pesan yang mengganggu dan merendahkan harga dirinya. Artis juga manusia, kalau ia merasa terganggu ia pun memiliki hak untuk speak up. Netizen menganggap bahwa pelecehan yang terjadi kepada Via Vallen harusnya tidak dibesar-besarkan karena itu hanya pesan di media sosial saja. Pelecehan seksual di media sosial maupun kehidupan nyata berbobot sama rata. Jika kamu sedang berjalan di pinggir jalan, lalu kamu diajak “tidur” oleh orang yang tidak dikenal, itu terasa sangat mengganggu dan membuatmu marah bukan?

Hal menarik lainnya adalah komentar-komentar negatif yang ditujukan kepada Via Vallen rata-rata diberikan oleh seorang perempuan juga. Perempuan saling menyalahkan, perempuan saling bersaing, perempuan saling merendahkan adalah bukan hal yang baru. Dari data yang dilansir oleh PBB, sebanyak 35% perempuan di dunia pernah mengalami pelecehan seksual maupun fisik. Meskipun gender lain bisa mendapatkan pelecehan, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan dan sering mendapatkan pelecehan. Tetapi, jika sesama perempuan saja tidak bisa menguatkan, bagaimana kita bisa bersatu untuk menghentikan rantai pelecehan seksual ini? Padahal sesama perempuan pasti berbagi pengalaman yang sama di sistem masyarakat yang sangat patriarkal ini; menjadi nomor dua, kesetaraan dianggap omong kosong, dilarang sekolah tinggi-tinggi, dibombardir dengan standar kecantikan yang tidak sehat dan memaksa, dan masih banyak lagi permasalahan yang membutuhkan kita sebagai perempuan untuk bersatu.

Jika kamu tidak tahu caranya menguatkan teman atau siapapun yang mengalami pelecehan seksual, atau kebingungan harus melakukan apa. Hal pertama yang bisa kamu lakukan adalah tidak menyalahkan dia. Dengan hanya mendengarkan keluhan mereka pun, mereka akan merasa terbantu. Dan jika kamu merasa takut untuk berbicara mengenai pelecehan yang kamu alami, i just want to say, tidak selamanya diam itu emas. Jangan takut, #MeToo.