Berhentilah
Memberitahu Orang Lain Bagaimana Cara Berpakaian
Oleh: Wahyu Fitrianita R
“Ketat banget bajunya, kaya persaingan
antar sekolah.”
“Cocoknya kalo pake kemeja doang,
ganteng.”
“Roknya kenapa? Kebanjiran? Pendek banget."
Udah ga asing lagi kan sama
kalimat-kalimat ini? Ya emang udah ga bisa dipungkiri lagi sih seberapa sering
orang lain ngasih tahu kita gimana cara berpakaian yang baik, menurutnya. Bosen
sih ada, banget malah. Bahkan mungkin setiap detik ada ratusan manusia yang
gentar melontarkan kata-kata yang sedikitpun ga pantas hanya untuk menghakimi
cara orang lain berpakaian.
Dalam banyak kasus, wanita kerap kali
menyalah-benarkan gaya pakaian orang lain tanpa pandang bulu. Ga peduli siapa
yang mereka komentarin, apa agamanya, dan bahkan apa gendernya. Tapi ya ga
kalah banyak juga para lelaki dengan seenaknya mengomentari hal yang sama,
bahkan terkadang jauh lebih kejam. Mungkin lelaki akan lebih cenderung
mengomentari sang lawan jenis, tapi ga menutup kemungkinan juga kalo mereka
tidak mengomentari sesama jenisnya. Jadi, ngasih tau orang lain tentang
bagaimana seharusnya ia berpakaian bukan lagi masalah gender. Ini isu sosial
yang tanpa disadari kita sering mengucapkannya secara langsung maupun tidak.
Kredibilitas, kapabilitas,
intelektualitas, hingga akuntabilitas seseorang bahkan dapat dinilai dari
pakaiannya saja, begitulah pemikiran orang-orang yang mengutamakan kepentingan
berpakaian diatas segalanya. Orang-orang yang tak tahu seberapa besar kebebasan
dan hak orang lain yang telah ia renggut hanya dengan menghakimi cara
berpakaiannya.
Belum lagi dengan stereotip berpakaian
terbuka akan dianggap sebagai perempuan yang kurang baik, tak jarang pada
laki-laki dianggap gay. Aneh banget
ga, sih? Eh iya, terus gimana sama yang berpakaian tertutup? Mereka dianggap
baik dong? Wah fifty-fifty, sih.
Dianggap baik ga selalu dapat omongan yang baik pula. Kalimat yang satu ini
pasti sama seperti kalimat pembuka, ga asing untuk didengar dan dibaca "Eh
dia kan pake kerudung, kok suka ngomongin orang sih?”. Ga cuma itu, ujaran
berbau seksualitas juga kerap melilit para wanita berpakaian tertutup.
Perempuan harus berpakaian anggun, sopan,
serta menggambarkan perempuan. Sama halnya dengan laki-laki yang tak boleh
melenceng sedikitpun dari ciri khas dan gambarannya sebagai laki-laki, begitu
pula pemikiran orang-orang dengan toxic masculinitynya atau dengan mindset
patriarkinya. Mindset yang telah mendarah daging sehingga menjadikan cara
berpakaian orang lain ialah suatu hal yang perlu diagung-agungkan alias
dipertimbangkan.
Kadang muncul pertanyaan dari diri
sendiri, sebenernya orang-orang ini mikir ga sih sebelum bicara? Apa hak dan
kewajiban mereka mengatur pakaian orang lain? Gaya berpakaian memang ada tata
kramanya, tapi kenapa orang yang ga melanggar tata krama berbusana sedikitpun
kerap kali dihakimi dan disalahkan atas apa yang mereka pakai?
Memakai pakaian yang membuat kita merasa
nyaman, terlihat kurus, terlihat lebih berisi, merasa bagus, atau bahkan agar
terlihat lebih indah. Semua alasan tersebut ialah hal yang lumrah untuk
dijadikan alasan berpakaian, hanya salah satunya pun tak apa karena memang itu
hak dari pribadi masing-masing. Ga pernah terlintas sedikitpun hak kita buat
mengaturnya. Kita punya standar kehidupan masing-masing, begitu pun dengan
standar berpakaian. Ga perlu deh kita
paksain standar kita untuk jadi standar orang lain. Masih banyak hal baik
lainnya yang dapat kita urus. Hiduplah dengan bebas sesuai dengan standar kita
masing-masing. Kalo kata banyak orang mah, spread
love not hate!