Ketika Merdeka Tidak Sepenuhnya Merdeka Dalam Berpikir
Oleh
: Aqil Zulfawwaz
Sekarang
ini semua orang merayakan hari besar Nasional yang jatuh pada tanggal 17
Agustus dan sudah 75 Tahun ini Indonesia telah merdeka. Perlombaan yang unik
dan khas telah mewarnai hari kemerdekaan setiap tahunnya. Lomba makan kerupuk,
Balap karung, memasukan paku ke dalam botol, pokoknya banyak banget. Ketika
semua orang sedang asyik dengan euforianya, saya malah mempertanyakan hal yang
tidak penting, merdeka yang sebenarnya itu seperti apa sih? Apakah merdeka itu
ketika para penjajah sudah pergi dari negara jajahannya dan memberikan
kemerdekaan bagi negara yang dijajahnya? Atau ketika negara yang dijajahnya
sudah mempunyai fundamental yang kuat untuk menjadi negara yang berdaulat?
Karena dilihat sekarang oleh mata
kepala saya sendiri, banyak sekali orang yang menyatakan bahwa merdeka itu
karena saya sudah bebas berpendapat, merdeka itu karena hak semua orang
diperhatikan. Memang sih itu kenyataan, tapi yang saya tahu kata dari arti merdeka adalah merdeka dalam
berpikir. Beda pendapat kan? Maksud saya begini, merdeka dalam berpikir itu
ketika orang berbicara memang atas kemauan dia berbicara dan yang menurut dia
benar, bukan atas berdasarkan “Kata orang A, kata orang B”. Kan sekarang banyak
ya yang katanya aktivis kampus misalkan, tapi kalo ngomong sama bergerak dia masih
bilang “Da saya mah kata si A ini jalan terbaik” jadi lucu gitu dengernya. Dia
bergerak memang karena kata orang si A bukan karena dia gerak itu berdasarkan
kemauan dia sendiri. Kata kolot orang sunda ada istilah kaya gini “Hirupmah
tong asa aing uyah kidul sabab dunyamah euweuh elmu panutup” Kalo diartikan
Hidup tak boleh merasa paling hebat, di dunia tak ada ilmu yang pamungkas.
Dalam arti lain merdeka berpikir itu
ketika seseorang mempunyai prinsip yang kuat mengenai dirinya, lebih besar hati
dan yang paling penting usaha tanpa mengganggu hak orang lain. Miris gitu ya
sekarang banyak orang yang tujuan hidupnya sudah ada seperti misal “saya mah
pengen kaya dari usaha bisnis Tani”, dan dia terus mengeruk yang sudah menjadi
rezekinya orang lain dengan cara membeli tanah secara paksa misalkan padahal
itu hak orang lain atau menggembor-gemborkan bahwa saya itu seorang A, seorang
B yang dipandang masyarakat tapi
dia gak tahu apakah ada tetangganya yang kelaparan atau tidak? Terus memikirkan
diri sendiri tanpa melihat di sekitar lingkungan kita. Apakah ini sebuah
kebetulan? Menurut saya tidak, ketika di sekolah pun bahkan sampai 16 tahun
kita bersekolah hanya diajarkan untuk menajamkan otak, tapi ada gak yang mengajarkan bahwa kita harus merdeka
berpikir, harus membesarkan hati kita untuk orang yang ada di lingkungan dekat
kita? Saya rasa belum ada.
Inti yang akan saya sampaikan adalah
ketika masyarakat sudah merdeka dalam hal berpikir dan tidak mengganggu hak
orang lain dalam melakukan sesuatu, dalam arti sudah mempunyai prinsip yang
kuat. Siapapun yang akan mengganggu tidak akan sanggup karena masyarakat
melakukan hal yang menurut mereka benar, tidak berdasarkan orang A, tidak
berdasarkan orang B. Semuanya dikerjakan atas kemauan sendiri, dan dihasilkan
untuk masyarakat itu sendiri. Dan menurut saya, itu adalah kemerdekaan dalam
arti yang sebenarnya. Dirgahayu Indonesia!!! Selalu merdeka dimulai sejak
berpikir.