Rengkuh
Seorang gadis kecil tertangkap manik coklatnya kala ia membuka pintu putih itu. Punggung berbalut kain sutera coral itu terlihat lesu. Menatap lurus rintik hujan dengan sorot sendu. Ditemani kotak musik yang teralun, juga gelapnya ruangan bernuansa kelabu.
Dengan ragu, wanita dengan pakaian kantorannya itu memulai langkah guna mencapai gadis tersebut. Mengarungi puluhan kain serta perkakas yang berserakan, seolah menggambarkan ia tengah menuju jiwanya yang berantakan. Ditiliknya garis wajah yang serupa dengan miliknya. Sampai tak lama kemudian, pandangan mereka bertumbuk.
Hangat.
Namun juga dingin dan kosong disaat yang bersamaan.
Setidaknya itu yang bisa ia rasakan, ketika netra keduanya betemu.
Gadis itu tersenyum penuh ketulusan. "Hari ini rasanya lebih berat dari kemarin. Iya, kan?" ujarnya tenang.
Wanita itu bergumam untuk memberikan tanggapan. Mendangahkan kepala, serta menahan napas untuk sesaat guna mengendalikan emosi yang mulai menyelimuti.
Lapisan udara di sekitar terasa menusuk. Deru napas. Lantunan irama dari kotak musik. Serta gemericik tetesan air langit yang menghantam atap rumah. Merupakan tiga hal yang kini hanya tertangkap oleh rungu mereka
Pandangannya mengabur. Bahkan lapangan hijau yang terlihat samar sebab rintikan air yang menempel pada kaca jendela, menjadi semakin tak tampak karena cairan bening itu mulai menghalang indra penglihatannya.
Senyum hangat gadis itu semakin merekah. Mengikis jarak keduanya. Merengkuh tubuh rapuh wanita di sampingnya dengan penuh empati.
"Pasti berat banget, ya? Sehebat apapun kamu menyembunyikan rasa sakit, tak bisa dielak bahwa nyatanya kamu memang sedang terluka. Iya, kan?" tuturnya dengan telapak yang terus menepuk punggung wanita itu pelan.
"Jangan takut. Tidak perlu khawatir. Kamu tidak sendiri, kok! Kamu tidak sakit sendirian. Kamu juga tidak sedang berjuang sendirian. Kita hadapi sama-sama, ya? Karna bagaimanapun juga, kita itu sama.
"Seberat apapun itu, aku masih disini. Bersedia memberikan pelukan terhangat. Kemudian saling tersenyum dan merasa bangga. Karna pada akhirnya, kita berhasil melalui itu semua." Gadis itu menjauhkan wajahnya. Menatap hangat wanita di dekapannya. Saling mengamati roman muka satu sama lain.
Bahunya mulai terguncang. Memandang wajah manis gadis di hadapannya yang mulai memudar. Suara isak yang sedari tadi ia tahan, mulai terdengar. Dalam ruang yang menggandalkan cahaya lampu serta rembulan yang merembas dari luar sebagai penerang, wanita itu mulai meraung bebas. Mengeluarkan segala rasa yang tak bisa ia antarkan melalui untaian kata.
Menenggelamkan wajahnya diantara lulut yang tertekuk. Menyilangkan tangan seraya menepuk dua pundak kuat yang menompang banyak beban itu dengan tenang. Berupaya kembali merengkuh dirinya sendiri.
Ketika semua orang memunggunginya. Sedikitnya, ia masih memiliki diri sendiri. At the end, all i have is myself.
"One day, you will look back and see that all along: you were blooming." —Morgan Harper Nicholas
—Han
Inspired by
seventeen; hug lyrics.