Bukan Mampu Tapi Butuh
Oleh : Eneng Rita Nurarianti
Kehidupan kini semakin kompetitif dan hal tersebut tidak bisa dipungkiri lagi. Orang merangkak, berjalan, bahkan berlari demi menggapai tingkat paling tinggi. Lain halnya dengan para pekerja yang tak digaji. Berangkat pagi tanpa henti dan uang yang didapat pun tak seberapa lagi. Bukan lagi rasa aman, kebutuhan sosial, aktualisasi, bahkan penghargaan yang terbesit dari diri. Melainkan bagaimana mendapatkan sesuap nasi di setiap hari.
Jika saya diizinkan untuk mengutip pendapat Maslow maka hal tersebut linear dengan kebutuhan manusia dalam bentuk hierarki. Dimana tidak akan loncat ke hierarki paling tinggi ketika kebutuhan fisiologis belum terpenuhi.
Tapi disatu sisi, terdapat pula yang hanya mencari sensasi demi mendapatkan aktualisasi diri. Hal tersebut dapat dilihat dalam dunia digital masa kini. Acap kali seseorang bertindak ofensif demi meraih reputasi. Tanpa disadari, di bantu pula dengan perilaku warganet yang berbondong bondong mengomentari. Sehingga dengan pandainya memanfaatkan situasi, tertopanglah kebutuhan terhadap ekonomi.
Fenomena-fenomena diatas tak bisa dihindari dalam realita kehidupan Ibu Pertiwi masa kini. Fenomena tersebut nyata dan dilihat setiap hari, apalagi kini dimasa pandemi. Seakan setiap orang menghalalkan dan mengaminkan segala hal demi tertopang nya kebutuhan sehari hari. Sehingga bukanlah karena kemampuan dalam diri melainkan kebutuhan yang mencekam setiap hari dan memaksa diri untuk terus berjuang tinggi.