Santap Karya : Takhta Kegelapan

 Takhta Kegelapan
Oleh: Sansa Bunga Agista 


Mencintai terang itu mudah.

Sedangkan malam selalu begitu gelap, kau dan semua orang tahu itu bukan?

Hanya mereka yang buta, yang menganggap malam tak segelap ‘kegelapan’ dalam matanya.

Tapi, siapa yang mengatakan aku membenci kegelapan?

Tak perlu menjelma menjadi si buta.

Aku menyukai kegelapan sama seperti ikan lentera dalam zona fatik di lautan yang tak pernah menyentuh terang.

Demi keberlangsungan, mencapainya berarti menaruh raga menuju ketiadaan.

Ah tidak, mencintai kegelapan juga bukan hal yang terlarang. 

Meniadakan bintang-bintang untuk melihat utuh kegelapan juga tak pernah melanggar titah Tuhan.

Yang tak pernah mudah justru upaya untuk menghentikan.

Bayangkan, 

Jika dalam kisahnya, Romeo atau bahkan Selma berhenti hingga keduanya tak pernah mengecap kegelapan, tak pernah tertutup tirai kematian, maka nama Shakespeare dan Gibran Tidak akan pernah terdengar.

Karenanya, untuk berupaya menghentikan kau harus melambung menuju matahari di angkasa. Mengambil segenggam material panas di telapak tangan, menjatuhkannya ke bmi, melempar.

Kau harus membakar habis seluruh lautan yang ada.

Satu hal yang tak tertinggal,

Kau harus ikut terbakar.