A little review: “M stands for Maddy” Alex said. But in my eyes , M stands for Mom in Netflix’s Maid
Deanti Aulia Nasri
Alert warning: It is contain spoiler.
Setelah sepuluh episode dari serial Netflix berjudul “Maid” ini saya tonton selama dua hari, keinginan saya untuk menjadi pekerja sosial semakin menjadi – jadi. Sama seperti serial lainnya yang mengusung cerita mengenai perjuangan seseorang dalam menjalani hidup, serial ini mendapat banyak perhatian dan empati dari para penontonya. Life couldn’t get worse, we said.
“Maid” merupakan serial netflix yang menceritakan perjuangan seorang perempuan muda yang menjadi ibu tunggal, yaitu Alex (Margaret Qualley). Serial ini terinspirasi dari memoar karya Stephanie Land yang berjudul Maid: Hard Work, Low Pay, and Mother’s Will to Survive.
Alex melarikan diri di malam hari bersama Maddy (Rylea Nevaeh whittet), putrinya, mencari bantuan dari layanan sosial dan mendapatkan pekerjaan di Value Maids, hanya untuk menemukan masalahnya baru saja dimulai.
Alex menjadi ibu tunggal setelah ia meninggalkan Sean, suaminya, yang merupakan seorang alkoholik dan melakukan mental abuse kepada dirinya. Alex hampir kehilangan hak asus penuh terhadap anaknya karena ia sama sekali tidak mengerti bagaimana caranya menghadapi pengadilan, ia di dampingi kursi kosong pengacara.
Alex melalui banyak hal untuk dapat bertahan hidup demi anaknya, membersihkan toilet 338 kali. Medapat tujuh jenis bantuan pemerintah. Sembilan kali pindah, semalam di lantai dermaga feri. Dan setahun yang sulit, di tahun ketiga hidup anaknya.
Episode dua, dengan sub judul Ponies, menjelang menit terakhir dengan soundtrack Like a Woman should nya Hayley Mary, ketika Maddy dan Alex bermain boneka ponnies, adegan itu memberikan banyak perasaan terhadap saya. Adegan tersebut menunjukan pada saya, bagaimana akhirnya Alex lega mendapat tempat penampungan untuk mereka tinggal sementara, bagaimana Alex desperate memikirkan langkah apa yang akan ia ambil untuk kedepannya, dan bagaimana Alex menyakinkan dirinya untuk tetap berjuang sambil memikirkan Maddy.
Dalam serial “Maid” terdapat kemiskinan struktural yang dialami oleh Alex, isu kekerasan terhadap perempuan yang juga dialami oleh Alex dan yang dialami oleh Paula, ibunya Alex. Dan terdapat trauma yang dimiliki oleh Alex dan Sean yang di dapat ketika mereka masih anak – anak.
Setiap deskripsi terhadap serial “Maid” memang terdengar sangat suram, tapi tidak di mata saya. Its shows love. Love from a mother to a daughter, from Alex to Maddy. And a Love from daughter to a mother, from Alex to her mom.
Selain itu serial ini pun menunjukan bahwa apapun yang akan kita hadapi, akan kita lalui. Pesan sesungguhnya dari “Maid” adalah akan selalu ada masa, akan selalu ada alasan untuk kita tetap terus berjuang. Di saat – saat kegembiaraan yang muncul, kemenangan kecil, dukungan yang tak terduga, tindakan – tindakan kecil itu adalah yang membuat Alex dapat terus maju. Dan Maddy adalah asalan untuk Alex tetap berjuang.
And, really, in any of us. We have a reason, we have a moment to keep going on.