Sempat Hilang
Oleh : Kertas Usang
Diantara banyaknya waktu yang diberikan Tuhan, sesekali mungkin kita pernah merasakan tangisan tanpa sebab. Di dalam kamar sembari menempelkan muka pada bantal yang menjerit tak bersuara untuk meluapkan kekesalan. Menangis sejadi-jadinya dalam bisu agar penghuni rumah tidak tau. Berkali-kali memikirkan segala hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Mengenai hari kemarin yang gagal, hari ini yang belum memberikan perbaikan, bahkan hari esok yang entah akan terjadi apa. Menyalahkan diri habis-habisan atas segala yang telah dilalui bahkan yang belum dilewati. Menghakimi diri sendiri disaat seisi dunia turut menyalahkan. Seakan ada yang salah pada diri, tapi entah apa penyebab dan solusinya.
Disaat rasa tidak karuan itu menyerang, rasanya ingin bercerita kepada seseorang. Tapi lagi-lagi diri tidak memberikan kepercayaannya kepada siapapun. Menganggap dunia tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Berpandangan bahwa mereka telah menjadi tuli tanpa bisa mendengar ada raga yang meminta pertolongan. Tapi memang begitu adanya, bahwa tidak semua orang ingin tau dan peduli. Beberapa diantara mereka justru lebih memilih memberikan penghakimannya tanpa bertanya "kenapa?". Padahal kepala dipenuhi berbagai persoalan, mulai dari urusan kuliah, percintaan, keluarga, dan pertemanan menjadi hal yang berkali-kali memukul diri habis-habisan. Mati-matian mematikan diri disaat raga ini berusaha untuk tidak mati.
Kiranya seperti itulah rasanya kehilangan diri. Lebih banyak terdiam dan sesekali menangis. Tidak ada rasa bahkan untuk merasakan luka. Bahkan beberapa kali sempat terlintas, mungkin jika ada cara bunuh diri tanpa rasa sakit, ingin untuk mencobanya. Namun egiosnya adalah ketika mati pun tidak ingin merasakan sakit. Ya, mungkin ini cara semesta untuk menahan diri ini agar tetap waras. Tapi permasalahan yang entah apa ini selalu membuat sesak hingga kesulitan bernafas. Setiap hari mencoba tidur dengan harapan bangun dengan keadaan diri telah kembali. Sayangnya tidak terjadi hingga berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Lebih banyak terdiam dan merenung, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
Hingga akhirnya tersadar ternyata diri sempat menghilang karena lelah. Lelah akan berbagai tuntutan yang seringkali membuat sesak dan ingin berteriak. Ketika hal itu datang, diri hanya perlu dirangkul lebih erat. Memeluk diri lebih kencang sembari berkata "hebat! Terimakasih untuk hari kemarin yang luar biasa. Tidak apa terjadi kesalahan, hari ini kita coba perbaiki. Besok kita berjuang lagi yah, semoga akan lebih baik". Sesederhana itu ternyata, tapi seringkali lupa untuk berterimakasih pada diri. Kebanyakan lebih sering menyalahkan dan menyesali. Pantas saja diri kehilangan arah dan tujuan. Ternyata kita sebagai tuan si pemilik diri saja turut menghakimi disaat seisi dunia melakukannya. Meski begitu, akhirnya yang sempat hilang beberapa saat ini tetap akan kembali. Kini rasanya telah waras (lagi) sebab diri telah menemukan arah pulang -pada raga yang seharusnya menjadi tempat ternyaman-
Jaga diri baik-baik, ya.