Mengapa Tidak Mencoba, Jika Mencoba Tidak MengapaOleh : Eneng Rita
60 detik dalam semenit, 60 menit dalam satu jam, 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, 4 minggu dalam sebulan, dan 240 bulan dalam 20 tahun. Ternyata, waktu terus berevolusi sesuai dengan dimensi serta kehendak sang Illahi. Tentunya dianugerahkan adil kepada setiap insan di bumi.
Terlahir dari laki-laki yang fluktuatif dalam soal profesi. Namun, diimbangi perempuan yang cakap dalam soal mengurusi. Acap kali beban kehidupan finansial terselesaikan, meski butuh perjuangan yang begitu menyakitkan. Hingga berujung pada sebuah kegamangan dalam mengambil keputusan. Karena bukan dasar kemampuan dan keinginan yang dimiliki, melainkan kebutuhan yang memaksakan. Serta, waktu yang terus berputar.
Ikhwal itu, terbentur dan terstruktur dengan keadaan tidak mudah sejak lahir dalam berbagai lini kehidupan. Menjadi sebuah kekuatan untuk seseorang keluar dari zona yang dianggapnya penderitaan. Mencoba dan terus mencoba tanpa menerka. Melakukan tanpa diimbangi pertimbangan. Tentu, tidak jarang pencapaian pun tidak sesuai dengan harapan.
Menginjak tingkat 3 sekolah menengah artinya sudah 11 tahun lebih mengenyam bangku pendidikan. Keputusan untuk berlanjut pada tingkat tinggi atau berhenti genap di 12 menjadi persoalan tersendiri kala itu. Kondisi fisiologis tidak memungkinkan untuk dilanjutkan namun keinginan besar mengguncang dalam diri.
Berpacu dengan waktu, niat, tekad, dan keberanian mencoba mengaminkan keinginan. Harapan menggapai tingkat tinggi dengan kualitas terbaik tergapai. Bahkan, dengan sekali mencoba dan tanpa mengeluarkan sepeserpun pembiayaan.
Memang, persoalan pendidikan bukanlah soal kecil untuk dijadikan bahan percobaan. Namun, hal itu berhasil dijadikan pencapaian besar oleh seseorang dengan dalih "mencoba." Maka jangan takut mencoba. Karena Tuhan memberikan waktu yang sama dan anugerah akal yang luar biasa, jadi mengapa tidak mencoba selama mencoba itu tidak mengapa.
Terlepas daripada itu, harus diingat! mencobalah pada hal hal yang diaminkan oleh khalayak masyarakat. Jika tidak aku, kamu, bahkan kita akan tercela.