Ketika Media Sosial Dijadikan Hasrat Seksual
Oleh: Devi Shinthia
Teknologi telah menjadi bagian yang paling dominan dalam hidup manusia terutama teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi saat ini telah menjadi kebutuhan pokok dan sarana vital untuk berkomunikasi dalam kehidupan manusia. Beragam aplikasi komunikasi berupa software media sosial di gawai pintar (smartphone) semakin bermunculan. Sosial media merupakan sebuah media untuk bersosialisasi antara satu individu dengan individu lain yang dilakukan secara online dan memungkinkan manusia untuk berinteraksi tanpa batas ruang dan waktu. Keberagaman manfaat dari media sosial nyatanya menjadi suguhan yang sangat menarik, baik itu informasi, hiburan, dan utamanya komunikasi.
Pesatnya perkembangan media sosial saat ini, dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia seperti memudahkan manusia untuk berkomunikasi dengan jangkauan yang cenderung lebih luas tanpa adanya batas. Media sosial juga memberi kemudahan dalam penyebaran dan pencarian informasi dapat berlangsung secara cepat, jarak dan waktu bukan lagi masalah, lebih mudah dalam mengekspresikan diri dan biaya lebih murah. Namun, kehadiran media sosial ini tidak serta merta hanya memberikan dampak positif saja. Kehadiran media sosial dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua, karena di satu sisi dapat berdampak positif apabila digunakan untuk keperluan positif, namun di sisi lain dapat berdampak negatif apabila disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kemudahan yang ditawarkan teknologi saat ini seringkali disalahgunakan oleh berbagai oknum, contohnya seperti munculnya kegiatan asusila dan transaksi prostitusi online dengan beragam modus. Tidak hanya menjajakan tubuh secara fisik, namun juga bisa dilakukan secara visual melalui gambar, video, bahkan hanya dengan suara. Banyaknya aplikasi-aplikasi media sosial dengan fitur-fiturter tentu bisa sangat memudahkan mereka dalam melancarkan aksinya. Line, WhatsApp, BeeTalk, Wechat, Facebook, Twitter, Telegram, dan masih banyak lagi jenis aplikasi kerap dijadikan alat untuk melakukan transaksi prostitusi.
Perilaku yang sering dilakukan oleh pelaku yang menjadikan media sosial sebagai hasrat seksual adalah memberikan pesan berupa foto atau video vulgar misalnya tanpa busana, menunjukkan kemaluan, atau pun ada ajakan dalam bentuk chat dengan istilah-istilah VCS (Video Call Sex) dan Chat Sex. Kasus-kasus pelecehan seksual yang kerap terjadi pada media sosial tentunya menimbulkan banyak korban terutama kepada perempuan. Namun tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya ada pihak-pihak yang merespon ajakan tersebut karena merasa tertarik, bahkan ada yang terang-terangan bahwa ia memang suka 'menjual diri', sehingga berujung pada kegiatan prostitusi online. Atas dasar itulah media sosial dapat berujung pada pelecehan seksual, serta membuka jalan prostitusi online.
Seseorang yang memanfaatkan fitur media sosial sebagai sarana untuk menyalurkan hasrat seksual semata pasti mempunyai motif tertentu mengapa ia melakukan hal tersebut. Adapun motif yang melatarbelakangi pelaku dalam melakukan tindakan tersebut adalah dengan menyebarkan konten intim, memaksa korban untuk mengirimkan gambar telanjang, ataupun memaksa korban untuk melakukan video call sex (VCS) akan membuat pelaku merasa puas karena hasrat seksualnya sudah terpenuhi.
Selain itu, motif pelaku melakukan hal tersebut juga disebabkan karena faktor ekonomi. Oknum yang melakukan tindakan pelecehan seksual melalui bot anonymous chat biasanya akan meminta korbannya untuk melakukan apapun yang menjadi pemuas hasrat seksualnya dengan cara meminta gambar vulgarnya, melakukan phone sex, ataupun melaukan video call sex (VCS) tanpa membayar atau dilakukan secara cuma-cuma. Mereka akan mencari pihak yang bersedia untuk menjadi pemuas hasratnya tanpa diberi imbalan apapun karena keadaan ekonomi yang kurang memadai. Jika oknum tersebut beruntung, maka ia akan mendapatkan target yang akan menjadi pemuas hasrat seksualnya atas dasar mau sama mau.
Dan yang terakhir, motif pelaku dalam melakukan hal tersebut terjadi karena adanya faktor lingkungan yang sangat mempengauhi tingkah laku pelaku dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini dikarenakan pengauh sosialisasi seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan. Misalnya dalam hal pergaulan yang sering kali melanggar norma-norma yang berlaku seperti perkumpulan anak muda yang selalu berperilaku tidak sopan seperti mengganggu wanita, minum-minuman keras, ataupun adanya kebiasaan menonton video porno bersama-sama yang menjadikan para pelaku termotivasi dalam melakukan tindakan tersebut melalui media sosial. Lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan tingkah laku seseorang. Seseorang yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya akan merasa tidak diperhatikan sehingga dirinya mencari kesenangan diluar rumah dan seseorang tersebut akan rentan terhadap tindak pelecehan seksual.