Fadia Zahra
Layangan Putus adalah seri web Indonesia produksi MD Entertainment yang disutradarai oleh Benni Setiawan. Layangan Putus menjadi web series terbaik di Asia, bahkan Amerika saat ini. Seri web ini diangkat dari sebuah kisah viral yang bermula dari tulisan curhat di sosial media yang dilanjutkan penulisannya ke dalam novel berjudul Layangan Putus, ditulis oleh orang yang sama dengan nama pena Mommy ASF.
Sinopsis Layangan Putus berkisah tentang perselingkuhan dalam rumah tangga Aris dan Kinan yang diperankan oleh Reza Rahadian dan Putri Marino. Serial Layangan Putus ini memang banyak menggugah rasa penasaran di berbagai kalangan, karena ceritanya yang menarik.
Kisah dalam serial Layangan Putus masih berkisar tentang Kinan yang selalu merasa rumah tangganya adalah layangan, dengan Aris dan dirinya sebagai tuan. Kini Kinan dihadapkan dengan kenyataan bahwa Aris memiliki perempuan lain di belakangnya mengancam rumah tangganya menjadi layangan putus yang tak tentu arah.
Terlebih pada Layangan Putus episode terbaru , Aris berada di persimpangan jalan dengan dihadapkan pada dua pilihan yang sangat sulit. Apakah Aris akan mempertahankan rumah tangganya bersama Kinan, atau justru memilih selingkuhannya, Lidya. Disini Aris juga terlihat sangat plin-plan antara bercerai dengan Kinan atau berpoligami dengan Lidya. Yang juga membuat berbagai perempuan geram, karena banyak yang menolak perselingkuhan dan poligami yang dilakukan oleh kebanyakan suami.
Poligami dalam Perspektif Sosiologi Gender
Poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan, bukan saat ijab qabul, melainkandalam menjalani hidup berkeluarga, sedangkan monogamy berarti perkawinan yang hanya membolehkan suami mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu.
Diantara para suami bermasalah banyak yang lebih memilih berbuat selingkuh daripada poligami. Bisa jadi karena pengalaman mereka bahwa selingkuh itu lebih aman daripada poligami. Sampai-sampai ada sebuah pelesetan, selingkuh itu selingan indah keluarga utuh. Padahalselingkuh itu menjijikkan. Selingkuh adalah zina. Selingkuh diharamkan dalam agama dan tak selaras dengan fitrah suci manusia. Demikianlah diantara ragam fakta unik yang terjadi dalam ranah sosial kemasyarakatan kita.
Praktik poligami akan menimbulkan berbagai bentuk ketidakadilan gender.nKetidakadilan biasanya berupa pemiskinan perempuan atau marginalisasi perempuan. Selain hal diatas, banyak dampak lain yang akan ditimbulkan dengan adanya praktik poligami, antara lain:
a. Timbul perasaan inferior, menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
b. Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Tetapi seringkali pula dalam prakteknya, suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
c. Hal lain yang terjadi akibat adanya poligami adalah sering terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis.
d. Selain itu, dengan adanya poligami, dalam masyarakat sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu perkawinan yang tidak dicatatkan pada kantor pencatatan nikah (Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama). Perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Bila ini terjadi, maka yang dirugikan adalah pihak perempuan karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi oleh negara. Ini berarti bahwa segala konsekwensinya juga dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
Dalam konteks keluarga, perempuan ditetapkan sebagai pihak yang dipimpin, sedangkan laki-laki adalah pemimpin. Akibatnya, perempuan tidak memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam keluarga. Disinilah gejalah kekerasan terhadap perempuan pada kasus poligami tampak. Meski demikian, berbagai kalangan yang pro poligami, membantah pengkategorian poligami sebagai praktik kekerasan terhadap perempuan. Mereka mengatakan poligami merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap perempuan karena jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, sehingga poligami membantu laki-laki dan perempuan untuk dapat menikmati seks dan memperoleh keturunan. Disamping itu poligami mencegah laki-laki dari penyelewengan dan tindak kekerasan akibat frustasi tidak memperoleh pemenuhan kebutuhan seksual, poligami sekaligus melindungi perempuan karena mereka dapat “berbagi tugas” dalam memuaskan kebutuhan seksual laki-laki. Argumentasi diatas sebenarnya hanya membuat stereotype ideology patriarkhy terhadap perempuan semakin nyata.
Menurut E.M. Duval, Sosiologi keluarga (dalam Eshleman) adalah mempelajari aspek-aspek dan tahapan kehidupan keluarga, yaitu masa pacaran dan pemilihan jodoh, pembentukan keluarga dan fungsi, pengaruh perubahan sosial pada keluarga, krisis keluarga dan keretakan keluarga, kesuksesan hidup keluarga, pelapisan sosial dan pengaruhnya pada keluarga. Secara umum, sosiologi keluarga menurut Eshleman menekankan pada studi tentang bagaimana masyarakat dan kelompok sosial termasuk keluarga terorganisir dalam struktur dan proses sosialnya, juga dalam sistem dan kelembagaan sosialnya. Dari pendapat tersebut dapat saya simpulkan bahwa Sosiologi keluarga adalah ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang mempelajari seluruh aspek dalam keluarga seperti pebembentukan keluarga, gejala sosial dalam keluarga, proses soial dalam keluarga dan lain-lain. Sosiologi gender adalah salah satu subbidang ilmu sosial yang memetakan situasi problematik dan mengkaji realitas isu gender dalam kehidupan sosial.
Sebagai unit terkecil di masyarakat maka keluarga memiliki berbagai fungsi, tidak hanya sebatas pada fungsi keturunan tetapi terdapat fungsi lainnya, meliputi:
1. Fungsi Reproduksi
2. Fungsi Pemeliharaan
3. Fungsi Afektif
4. Fungsi Ekonomi
5. Fungsi Keagamaan
6. Fungsi Sosialisasi
Jika fungsi-fungsi tersebut dijalani dengan baik oleh semua anggota keluarga tanpa memandang perbedaan fungsi anggota keluarga laki-laki dan perempuan. Bahkan keluarga menjadi agen sosialisasi gender. Sebagaimana yang dijelaskan Sunarto (2018) bahwa keluarga sebagai agen sosialisasi gender atau pembelajaran gender yang berlangsung sejak dini oleh masyarakat. Masyarakat melakukan kontruksi tentang perempuan dan laki-laki sehingga terkadang perlakuannya pun berbeda sesuai dengan sudut pandang masyarakat menilai tentang perempuan dan laki-laki didalam keluarga.
Pasal 24 Ayat 1 Rancangan UndangUndang Ketahanan Keluarga, menegaskan bahwa ”dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga, setiap suami istri yang terikat dalam perkawinan yang sah memiliki kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga dan membina harmonisasi keluarga”. Pasal ini menekankan bahwa suami istri memiliki kewajiban untuk membina keluarga yang harmonis, namun keharmonisan dalam rumah tangga diciptakan oleh pasangan suami istri yang sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang dijalani dengan baik sehingga menciptakan keadaan harmonis, artinya pasangan suami istri harus melengkapi satu sama lain.
Oleh karena itu, dalam serial Layangan Putus, poligami yang maraknya dilakukan suami secara semena-mena dan tidak sesuai dnegan syariat agam dapat dikatakan sebagai kekerasan pada perempuan. Kontruksi sosial yang membuat peran suami lebih superior dan memiliki kekuatan lebih membuat perempuan diangap lemah. Membuat laki-laki menjadi berbuat semaunya dan tidak lagi bertindak sebagai suami ideal. Dalam hal ini banyak sekali hal yang dikorbankan, keharmonisan keluarga, kenyamanan anggota keluarga khususnya anak, dan masih banyak lagi hal yang dirugikan.
Dalam hal ini maka Pengetahuan tentang keluarga dan gender sangat penting. Dengan mempelajari sosiologi keluarga dan gender dapat menjadi wadah dasar untuk masyarakat bisa belajar membangun keluarga yang ideal serta memahami peranan gender juga pengetahuan tentang gender.
Daftar Pustaka
Abd, Raziq, & Faturrahman. (2020). Pendekatan Sosiologi dan Antropologi tentang Poligami. Tana Mana, 1(2), 167–168.
Hikmah, S., Pd, S., & Si, M. (2012). BENTUK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Abstrak tang hal ini sampai-sampai pada saat itu Presiden SBY menghimbau tidak berlebihan . Hal ini menunjukkan pada kita bahwa isu poligami sosial yang meresahkan masyarakat . empuan sejak tahun 1911 dimulai dengan Kar. 7(April), 1–20.
Latifah, A., & Triyono, S. (2020). Cohesion and Coherence of Discourse in the Story of “Layangan Putus” on Social Media Facebook. Indonesian Journal of EFL and Linguistics, 5(1), 41. https://doi.org/10.21462/ijefl.v5i1.215
Nursyifa, A. (2020). Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga Dalam Perspektif Sosiologi Gender. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1), 55. https://doi.org/10.32493/jpkn.v7i1.y2020.p55-68
Soemanto, R. . (2014). Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologi Keluarga. Pengertian Dan Ruang Lingkup Sosiologi Keluarga, 1.