Santap Karya : Bertanya dan Pertanyaan

 Bertanya dan Pertanyaan
Oleh : Eneng Rita

Pendidikan menjadi salah satu sarana belajar dalam mengembangkan pengetahuan dan pengalaman dari setiap manusia. Pendidikan sendiri menjadi lembaga sosial yang pengaruhnya sangat besar bagi kehidupan manusia. Sehingga, manusia berlomba lomba menggapai tingkat paling tinggi dari pendidikan dengan berbagai macam harapan.

Bertanya merupakan kegiatan dimana manusia mencari tahu lebih dalam tentang segala hal yang terjadi dengan kehidupannya. Melalui susunan kata yang diekspresikan untuk memperoleh informasi atau yang disebut pertanyaan. Suatu pertanyaan bisa pula didasarkan atas kebingungan dan ingin mengetahui lebih dalam dari suatu informasi. Hal tersebut selayaknya terjadi dalam dunia pendidikan. 

Kegiatan bertanya tidak asing didengar oleh kita sebagai siswa maupun mahasiswa. Sebab, bertanya seakan menjadi kewajiban bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Ketika tidak ada pertanyaan, justru proses selama belajar dan mengajar yang menjadi pertanyaan besar. Apakah pendidik tidak menyampaikan dengan tepat, atau peserta didik yang tidak menyimak. Sehingga masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri, bahkan lebih ironis jika sama sekali tidak masuk di telinga. 

Aktivitas  bertanya pun difasilitasi oleh pendidik yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengungkapkan segala kebingungan melalui suatu bentuk pertanyaan. Namun, tidak jarang peserta didik tidak berani untuk mengungkapkan suatu pertanyaan. Dengan dalih, malu dicemooh dan ditertawakan teman karena pertanyaan tidak berbobot. Seperti "apa yang dimaksud dengan baik?" ketika sedang berlangsung pembelajaran tentang menulis karya yang baik. 

Saya rasa hal tersebut hampir terjadi disetiap jenjang pendidikan. Terutama di bangku perkuliahan yang merasa paling maha tinggi. Alhasil, mereka yang ingin bertanya meredam sedalam mungkin pertanyaan dan berujung terpaku diam disudut kelas dengan segudang kebingungan. Hal ini sejalan dengan pepatah lama yang mengatakan "malu bertanya sesat dijalan."

Padahal, filsuf sekelas Socrates pun biasa mengungkapkan pertanyaan pertanyaan yang bahkan oleh sebagian besar orang dianggap remeh. Karena pertanyaan yang Socrates ajukan sudah terlihat jelas dan dianggap seperti pertanyaan anak kecil. Tapi, Socrates bersikeras semakin sesuatu terlihat jelas maka semakin mendesak pula kebutuhan untuk mempertanyakannya.

Dalam buku The Socrates Express, Eric Weiner menggambarkan bagaimana cara Socrates bertanya. Saya ingin menjadi ayah yang baik. Tentu hal itu sudah jelas dan akan terbukti dengan sendirinya dan tidak perlu ditanyakan. Namun tidak dengan Socrates. Dia akan bertanya, "apa yang kamu maksud dengan ayah?" Maka pertanyaan tersebut akan berhenti setelah definisi ayah ditemukan.

Lantas, kita sebagai siswa dan mahasiswa. Tidak perlu merasa paling salah dan takut dalam mengungkapkan pertanyaan. Sebab, belum tentu mereka yang mencemooh dan menertawakan pun tahu jawabannya serta kepikiran untuk bertanya sebagaimana pertanyaan yang kita ungkapkan. So, tidak perlu merasa takut jika salah. Selayaknya dalam proses belajar salah/benar merupakan kewajaran dan kebohongan lah yang tidak diperbolehkan.