Sultan Akmal Hibrizi
Si rapuh bernama rindu itu mengerang-erang di dalam tubuh
Mencari yang telah tertimbun dan dilahap waktu
Menanti yang tak akan datang untuk pulang
Mencemaskan yang telah lama hilang harum tubuhnya
Dihujamkan perasaan resah kepada para korbannya
Hingga ditiap hari, tangisan membanjiri ruangan rindu
Ruangan yang terdapat seribu sembilan ratus sepuluh kursi di dalamnya
Ruangan dimana semua orang terisak, berteriak, bergumam, suram, bercerita, tak kuasa, bengong, kosong, membayangkan, menahan, merasakan, mengusap tangis, menulis, mengkhayal, menyangkal, dan melakukan banyak hal yang tak masuk akal seperti orang majnun kehilangan akal
Semua kebisingan dan kesunyian terjadi secara bersamaan di dalam ruangan itu
Demi yang tak ada dan tak terlihat lagi raut wajahnya
SEMUANYA DIAM
Kataku yang mulai jenuh dengan keadaan sekitar dan mulai kesal melihat tingkah laku mereka
Sekarang kutanya,
Kenapa kalian malah berkumpul di sini? kenapa tak ikut saja dilahap waktu,
Tak ikut tertimbun,
Tak ikut pergi,
Tak ikut mati,
Tak ikut hilang?
Apa kalian bodoh atau kolot karena kalut dan semacamnya? ditinggal pergi lalu malah datang ke sini
Padahal yang kalian nanti tak akan datang lagi
Sampai kapan?
Sampai malam menunjukkan matahari di langitnya?
Lucu jadinya, lucu melihatnya
Kataku sambil tertawa kecil di kursi nomor tiga belas
Tempat pemilik ruang rindu duduk selama ribuan hari
Dengan tanggal keluar yang tak pasti