Kita Hanya Beruntung

 Kita Hanya Beruntung

19 Agustus 2022. Oleh: Daniel Iman Jumanta

    Pandemi covid-19 yang mulai menyebar di Indonesia pada tahun 2020 bermakna berbeda-beda bagi setiap orang. Ada yang memaknainya sebagai sebuah keberuntungan karena tidak lagi harus berangkat ke sekolah dan kantor secara langsung. Ada juga yang karena adanya covid-19 ini, barang jualannya menjadi sangat laku karena sangat dibutuhkan untuk menghindari diri dari covid-19. Sebaliknya, ada juga yang memaknai pandemi covid-19 ini sebagai suatu musibah karena ia tidak bisa lagi bekerja, karena pendapatannya berkurang, dan sebagainya. Beruntunglah, pada pertengahan tahun 2022 ini, penyebaran covid-19 sudah tidak sebanyak tahun 2020. Kegiatan masyarakat sudah berangsur-angsur normal, sehingga kembali menggerakan roda perekonomian. Mereka yang awalnya kesulitan, kini berangsur-angsur pulih seperti sedia kala. 

    Ada sesuatu yang sedikit menyadarkanku dari adanya pandemi covid-19 ini. Hal ini sebenarnya sudah banyak terjadi, termasuk di Indonesia sebelum adanya covid-19. Hal yang sedikit menyadarkanku adalah berkaitan dengan kemiskinan. Adanya pandemi menyebabkan makin banyak masyarakat miskin karena kehilangan pekerjaan. Semenjak adanya pandemi, aku menjadi sering melihat mereka yang bekerja sebagai pedagang kaki lima, berjualan dari pagi sampai malam. Setahuku, sebelum pandemi, para pedagang kaki lima hanya berjualan sampai sore. Entah apa sebabnya mereka menjadi berjualan sampai malam, apakah memang tidak ada yang membeli, ataukah memang agar pendapatannya makin banyak, mereka berjualan sampai malam. Semenjak pandemi juga, aku menjadi lebih sering melihat mereka yang tinggal di dalam sebuah gerobak. Mereka mencari sesuatu di jalan yang bisa mereka jual, atau bahkan yang bisa mereka makan. Dan aku juga melihat dan mengetahui, baik secara langsung ataupun lewat berita dan perkataan orang lain, pandemi ini membuat sebagian orang kehilangan pekerjaannya sehingga mereka tidak bisa mendapatkan uang. Pandemi ini membuat sulit sebagian orang ketika sebagian lagi tidak merasakan dampak apa-apa atau bahkan mendapatkan suatu kenyamanan dan manfaat dari adanya pandemi. 

    Di satu sisi, aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena pandemi ini tidak terlalu berdampak buruk bagiku. Tetapi di sisi lain, aku juga merasa prihatin dengan mereka yang jatuh karena pandemi. Hal ini menyadarkanku bahwa aku tidak jatuh karena pandemi bukan sepenuhnya karena kekuatanku sendiri, atau kekuatan keluargaku. Melainkan Tuhan selalu membantuku dan keluargaku. Disini aku, dan juga orang lain yang tidak jatuh karena pandemi, hanyalah beruntung. Tidak harus jatuh karena pandemi. Aku menyebutnya beruntung karena aku berpikir sebenarnya aku juga mempunyai kemungkinan yang sama untuk jatuh karena pandemi. Aku, dan mereka yang tidak terlalu terdampak, mempunyai kemungkinan yang sama untuk jatuh. Tetapi Tuhan masih memberi aku dan keluarga, rezeki yang cukup untuk bertahan dari pandemi. Tuhan, bantulah aku agar bisa berbagi anugerah kepada mereka yang membutuhkan.