Oleh : Dhavin Azka Maulana
Si Bujang terbangun di atas pembaringannya
Ranjang reyot termakan rayap sesekali berderit memecah keheningan yang sedari tadi meracau
Mendobrak khayal mengusik sunyi menuntut untuk dibisukan
Kulitnya yang tipis membiru seolah tercabik oleh lembabnya hawa dalam kelambu
Dengan setengah sadar dalam lamunannya Ia mulai memutar memori tentang apa yang semalam terjadi
Indah, basah, dan tragis
Yang Ia ingat hanyalah persenggamaannya nan mesra dengan dunia
Ingatan tentang bianglala kehidupan yang berputar berlawanan arah jarum jam
teringat pula cerita tentang kumidi putar nasib yang selalu ia gantungkan kepada makhluk
Mampir mengetuk bawah sadarnya
Hingga perlahan ingatan memudar ditelan gelap tanah merah seiring derap tujuh langkah
"Satu hari saja, Tuhan!"
"Satu hari saja!"
Harapan yang Ia kultuskan dengan teriakan
Meraung, menderu, menguak, menderam dan terbelalak
Menolak untuk dikebumikan
Meminta untuk dikembalikan