Bandung dan Sinestesia

Bandung dan Sinestesia

Oleh : Anis N Afifah


"Gimana Jakarta hari ini? Ciee yang makin sibukk." sindiranku melalui panggilan video.

Dia hanya diam. Dia tau bahwa dialog kata yang aku ucapkan bermaksud menanyakan kabarnya. Bukan Jakarta. Bukan juga kesibukannya.

"Jakarta selalu baik Niss, penghuninya aja yang ga pernah baik-baik aja." 

"Ohh jadi kamu lagi gak baik-baik aja."

"Yaa gituu..."

"Kenapaa?? hahaha." Tawaku sedikit mengejek.

"Kamu malah ketawa huh, gapapa sih, bukan masalah besar juga." 

Ya, kata itu terucap lagi. "Gapapa". Akhir-akhir ini ia memang menjadi seseorang yang lebih tertutup. Dia tau kalau aku ini perempuan penuh gengsi di muka bumi, bahkan hanya untuk menanyakan kabar. Seharusnya ia langsung bercerita seperti biasanya, tanpa aku tanya terlebih dahulu. Agak berbeda memang. Tapi aku juga bakalan bilang "gapapa" dalam hati. Manusia memang dinamis, ya. 

Sore ini aku berada di coffee shop langganan yang biasa dikunjungi setiap pulang kuliah. Sambil merasakan sinestesia suasana sore dengannya, aku juga sambil menghubungkan panggilan video antara Bandung - Jakarta.

Pukul 15.30 WIB 

Suasananya kembali terasa. aku yang memilih tempat duduk nyaman paling ujung dekat jendala menghadap jalan raya, dengan satu meja dan satu pasang kursi. Sorotan cahaya matahari sore ke arah meja yang menerangi wajah pinggir sehingga membuat lebih jelas layar video punya ku tanpa filter. Wangi kopi milik meja sebelah juga membuat aku mengingatnya, karena ia senang sekali memesan hot espresso dengan ukiran creamy yg indah dalam cangkir. 

Aku hanya ditemani seseorang yang sekarang sekedar manusia virtual dalam layar panggilan video di laptopku. Sambil menikmati sinestesia rasa matcha latte favoritku. Sambil berdialog memaksa ia untuk melanjutkan cerita tentang apa yang sedang terjadi. 

Padahal biasanya kita melakukan diskusi-diskusi kecil disini. Yaa.. disini. Di caffe ini. Di jam segini. Di meja ini. Mulai dari membicarakan tukang parkir yang tiba-tiba hilang dan muncul lagi kayak tuyul waktu kita mau pergi. Lanjut dengan menyangkal gombalannya yang selalu bawa-bawa lirik lagu Pamunqas. Sampai membahas 'lebih mending cosplay jadi kecoak atau belalang sembah?'. 

iyah... ituu sedikit koleksi suasana asik dimasanya. 

Sekarang aku lebih terbiasa menikmati sinestesia yang ada di tiap waktunya. Dengan usaha diri menerima keadaan. Keadaan dimana ia harus rumpang, dari kebiasaan lama, kebiasaan diskusi-diskusi kecil yang acak.