Kaum Bersaruang

 Kaum Bersaruang

Oleh Mahlisa Oktaviana


“Saat kito benar-benar menjalaninyo,

wak jabat dulu, baru awak tau

nama nampal yang elok untuk awak”

Begitulah kalimat yang paling diingat

sebelum ku pergi merantau ke Tanah Jawa


Dari Padang menuju Ponorogo,

dimana tempat ku akan belajar.

Membawa rending buatan amak

Ku tapakan kaki ku di Pondok Madani


Ku lihat menara yang menjulang

bersama baso yang ingin menyekali dunia,

Raja yang ingin menyapakan salamnya di Inggris,

Atang yang ingin menempuh pendidikan ke Mesir,

juga Zaid dan Majid yang cinta Indonesia.


Sahibul Menara, 

Itulah nama kami si Kaum Bersaruang.

Kami ciptakan sejarah di Madani,

walau diawal kami dijewer telinga nya dengan keras,

sebab terlambat datang ke masjid.


Man Jadda Wajada,

itulah prinsip kami

tuk menuju menara masing-masing.

Siapa yang bersungguh-sungguh,

maka ia yang berhasil.


Oleh Mahlisa Oktaviana

“Saat kito benar-benar menjalaninyo,

wak jabat dulu, baru awak tau

nama nampal yang elok untuk awak”

Begitulah kalimat yang paling diingat

sebelum ku pergi merantau ke Tanah Jawa


Dari Padang menuju Ponorogo,

dimana tempat ku akan belajar.

Membawa rending buatan amak

Ku tapakan kaki ku di Pondok Madani


Ku lihat menara yang menjulang

bersama baso yang ingin menyekali dunia,

Raja yang ingin menyapakan salamnya di Inggris,

Atang yang ingin menempuh pendidikan ke Mesir,

juga Zaid dan Majid yang cinta Indonesia.


Sahibul Menara, 

Itulah nama kami si Kaum Bersaruang.

Kami ciptakan sejarah di Madani,

walau diawal kami dijewer telinga nya dengan keras,

sebab terlambat datang ke masjid.


Man Jadda Wajada,

itulah prinsip kami

tuk menuju menara masing-masing.

Siapa yang bersungguh-sungguh,

maka ia yang berhasil.