Game Role Play sebagai Jembatan antara
Korban dan Pelaku Pelecehan Seksual di Dunia Digital
Oleh : Annisa Fadhilah
Generasi
Z dan generasi Alpha adalah generasi setelah generasi Millenial. Orang-orang
yang lahir pada tahun 1995-2010 dikenal sebagai generasi Z, sedangkan
orang-orang yang lahir pada tahun 2011-2025 dikenal sebagai generasi Alpha. Nah, sebagai generasi Z dan Alpha kita tahu bahwa kehidupan
sehari-hari manusia yang ada di dalam generasi ini selalu bersandingan dengan
perkembangan teknologi yang semakin hari semakin canggih serta selalu ada
pembaharuan yang dapat memudahkan manusia dalam mengakses dunia internet secara
lebih luas. Media sosial adalah salah satu efek dari perkembangan teknologi
yang kini keberadaannya sudah dirasakan oleh banyak orang terutama generasi Z
dan Alpha yang ketika lahir dan tumbuh kembang bersama dengan teknologi.
Golongan
usia remaja yang tumbuh di dalam kedua generasi tersebut diketahui hampir
sebagian besar memiliki media sosial, baik itu Instagram, Facebook, Twitter,
Telegram dan lain-lain. Hal ini menyebabkan golongan remaja minor tersebut
dapat dengan mudah mengakses sesuatu yang mereka belum pahami sepenuhnya.
Salah satunya adalah fenomena trendy yang dikenal dengan Game
Role Play. Game Role Play ini merupakan permainan dimana orang yang
memainkannya akan berada dalam suatu peran. Kemudian yang menarik adalah
ternyata permainan tentang bermain peran ini sudah ada sejak zaman dahulu. Contohnya
anak-anak di zaman dahulu akan bermain peran seolah mereka berada di dalam
suatu sekolah, sehingga ada yang berperan menjadi guru, siswa, kepala sekolah
dan lain-lain. Namun, kini Game Role Play
dimainkan secara online di media
sosial dan akan memerankan karakter
fiksi dari game, idol, anime dan lain sebagainya oleh anak-anak remaja generasi
Z dan Alpha.
Di balik Game Role Play yang menyenangkan bagi
beberapa remaja ini ternyata justru
menimbulkan banyak dampak negatif kepada remaja itu sendiri. Dalam postingan
@kalis.mardiasih tentang pentingnya peran orangtua dalam memperhatikan anak
bermain gadget, diberikan tips agar anak dapat terhindar dari pelecehan seksual
akibat Game Role Play. Di dalam
permainan ini ternyata ditemukan kasus-kasus yang mengarah pada pelecehan
seksual seperti Sexting dan Sexortion yang dilakukan oleh pemain
peran yang lain yang tidak diketahui identitas aslinya. Remaja yang mudah
terpengaruh akan cenderung terpancing dalam kegiatan yang tersebut. Hal ini
juga diceritakan oleh beberapa warganet yang sebagian besarnya adalah seorang
ibu dalam komentar postingan @kalis.mardiasih tersebut, banyak orangtua yang sering
menemukan kejadian serupa dimana anak-anak mereka yang selalu memegang gadget
ternyata melakukan permainan ini di beberapa media sosial yang mereka miliki.
Tak jarang pula yang menemukan kata-kata tidak sopan mengenai hal-hal yang
berbau seksual, bahkan merujuk pada Sexting
dan Sexortion yang dilakukan pelaku. Kemudian,
ada pula yang sering melakukan pemaksaan kepada sang anak untuk mengirim foto
bagian alat kelaminnya kepada pelaku atau sebaliknya yakni pelaku mengirim foto
bagian alat vitalnya kepada remaja ketika sedang melakukan Game Role Play ini.
Ketika
bermain Game Role Play ini, pemain
tidak dapat mengetahui satu sama lainnya sehingga hal ini memudahkan pelaku
pelecehan seksual menjalankan aksi amoralnya. Pelaku tanpa identitas ini bisa
saja memiliki umur yang jauh lebih tua daripada korban yang sebagian besar
adalah remaja. Jika dibiarkan, remaja akan terperangkap dan tak hanya masuk ke
dalam kasus pelecehan seksual tetapi juga Child
Grooming yang tidak terdeteksi.
Berdasarkan
republika.co.id, ternyata masih
banyak terjadi kasus kekerasan seksual anak yang terjadi akibat keterbatasan informasi perihal
pelatihan atau pengasuhan anak di era digital saat ini. Diketahui ada 66,2
persen orang tua tidak mengetahui informasi pengasuhan anak. Hanya 38,8 persen
yang tahu dan sebagian besar informasi didapatkan dari media sosial, sebanyak
56,2 persen.
Maka dari
itu, diperlukan edukasi yang jelas dan menyeluruh dari pihak orangtua kepada
remaja yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangannya. Orangtua
perlu memberikan pengawasan dan perhatian kepada remaja yang sedang dalam fase
pencarian jati diri dan rasa penasaran mereka yang tinggi. Diharapkan semakin
dekat orangtua dengan anak, maka akan membuat anak terhindar dari kasus
pelecehan seksual yang terjadi di dunia digital. Orangtua juga harus menjaga
kepercayaan dan rasa nyaman anak agar mereka mampu terbuka sepenuhnya kepada
orangtua. Di dalam upaya tersebut, oraangtua tidak boleh terlalu mengekang atau
memaksa seorang anak, tetapi dapat dilakukan secara perlahan-lahan agar anak
tidak merasa terintimidasi oleh orangtua.
Referensi
https://www.brainacademy.id/blog/karakteristik-generasi-boomers-x-y-z-alpha
https://www.instagram.com/p/Cm6KDDOSvrz/?igshid=YWJhMjlhZTc=