Mengenal 'PEREMPUAN' Bersama Gayatri Spivak
Oleh : Anis N Afifah
"Ada
kelompok yang tidak mampu melakukan resistensi, mereka sudah menerima
keterpurukan sebagai hal yang biasa. Merekalah yang dengannya aku
bekerja."
Banyak
orang yang memandang perempuan ketika mencoba untuk berbicara terlihat seperti
seseorang yang resisten, agresif, bahkan hampir menggambarkan pemberontakan.
Namun sebaliknya apabila perempuan berdiam diri
banyak pihak yang memandang peremouan sebagai sosok yang anomi. Spivak
akan menjelaskan bahwa bagaimana perempuan yang berasal dari budaya oriental
(non barat) atau bisa disebut juga The Subaltern seperti yang dilihatnya di
tengah masyarakat kasta Dalit-Pariah di India. Gayatri Spivak ini seorang
perempuan asal India yang mengambil studi Sastra Inggris di Universitas
Cornell.
Spivak
menulis sebuah esai terkenal dengan judul "Can the Subaltern Speak"
pada tahun 1983. Karya ini yang menjadi awal mula muncul pemikiran feminisme
dan post-kolonialisme salam sosiologi, yang dikenal juga feminisme interseksionis.
Spivak mengganggap pemikiran Barat adalah sebuah kombinasi dari pendekatan
Marxist, Feminist, dan dekontruksionis. Pemikiran Spivak mengenai feminis
diambil dari dua tradisi utama yaitu post-kolonialisme dan feminisme. Dengan
mengikuti jejak pemikiran Derrida dan Simmel yang dimaksud sebagai "sang
lain" (the alter) atau "sang asing" (the stranger) yaitu
pe4emouan Timur, Spivak mengkritisi feminis barat yang kurang berfokus pada
perempuan di Timur (the Subaltern) seperti yang ditampilkan dalam kegidupan
kasta Dalit-Pariah di India.
Seharusnya
perempuan subaltern mendapatkan pengakuan sosial di tengah masyarakat, tanpa
harus menganut feminisme barat. Pemikiran Spivak membuka pandangan sosiolog
untuk memahami bagaimana posisi dan pengalaman status sosial perempuan non
barat (subaltern) termasuk kelompok difabel/yatim piatu di tengah sistem
patriarkisme di tengah perdebatan feminisme. Sang Subaltern biasanya di pandang
figur yang mengganggu dan di abaikan oleh budaya barat karena pemikirannya yang
superioritas. Spivak juga menganggap paradigma Barat kurang membebaskan
perempuan oriental atau perempuan yang masih mengalami opresi sosial di ruang
domestik seperti dalam keluarga. Pengalaman perempuan itu berbeda-beda.
Sama halnya seperti budaya Barat atau peraturan negara sekuler yang melarang
seorang mahasiswa muslim untuk memakai hijab, padahal hijab tidak hanya di
pakai oleh seorang muslim saja, terdaoat laki-laki Sikh yang menggunakan
Turban, penganut agama Yudaisme menggunakan Kippah, atau Kristen Ortodoks Timur
juga menggunakan penutup rambut. Melihat kekurangan inilah Gayatri Spivak
menulis karyanya yang terkenal dengan judul "Can the Subaltern
Speak". Ia menulis untuk mengemukakan feminisme dan post-kolonialisme
dalam menjelaskan pengalaman perempuan Timur secara kontekstual.