Perempuan Sastra yang Hidup Kembali

Perempuan Sastra yang Hidup Kembali

Oleh : Anis Nurul Afifah

Halo, Sobat JMPS!

Sebuah buku antologi cerita pendek yang berjudul “9 Dari Nadira” karya Leila S Chudori, memiliki kisah seorang perempuan yang membawa alurnya untuk mengenal perempuan sastra yang hidup kembali. Kedudukan dan peran perempuan dalam karya sastra di Indonesia masih didominasi oleh laki-laki, terlihat bahwa peran perempuan dalam karya sastra masih tertinggal dari laki-laki dalam hal pendidikan, pekerjaan, latar sosial, serta perannya dalam masyarakat. Terdapat 9 cerita pendek yang saling berkaitan kisahnya dengan tokoh bernama Nadira. Hal ini juga menjadikan karakter Nadira yang memberikan kaitan-kaitan alur ceritanya mengalir dan semua peristiwanya mencantel pada satu titik ketokohan, yaitu Nadira Suwandi.

“Jika persoalannya dipersempit, maka 9 dari Nadira sesungguhnya berkisah tentang sebuah keluarga dengan persoalan yang dihadapi segenap anggota keluarganya. Tetapi problem domestik itu jadi melebar karena masing-masing anggota keluarga Bram—Kemala itu mempunyai masalahnya sendiri-sendiri yang berhubungan dengan persoalan dunia jurnalistik, persoalan yang tidak sekadar urusan rumah tangga, bahkan juga persoalan terjadinya perubahan sosial yang terjadi di negeri ini.” (Mahayana, 2017)

Nadira Suwandi seorang Perempuan dengan julukan “penjaga kolong meja Tera" yang memiliki karakter cerdas, penyendiri namun pemberani, berpenampilan santai namun tetap rapi, harus mengalami keterpurukan atas kematian ibunya. Hatinya hancur ketika ia kehilangan sosok yang sangat dicintai, sosok yang menjadi sandaran, dan alasan kebahagiaan. Namun ibunya memilih pergi untuk selamanya tanpa meninggalkan alasan apapun. Semenjak kejadian tersebut, Nadira tidak pernah tidur di rumahnya, melainkan tidur di kolong meja kerja miliknya dengan wajah yang mendadak menua akibat keterpurukannya.

Nadira bekerja sebagai wartawan pada media massa “Majalah Tera”  dan memiliki 2 kakak dengan sifat yang berbeda. Kak Nina seorang kakak Perempuan pertama yang memiliki sifat dewasa, ekspresif, dan bertanggung jawab, mulai membenci Nadira sejak kecil karena kecemburuannya terhadap karya-karya Nadira yang memiliki banyak apresiasi dari kedua orang tuanya sehingga tuduhan atas perselingkuhan suaminya dengan Nadira, Suami Nina (Gilang Sukma) memang seorang laki-laki yang selalu bermain dengan Perempuan. Kak Arya adalah seorang yang perhatian kepada kakak dan adiknya, walaupun pada masa kecilnya sangat nakal dan sering membuat Nina marah.

Nadira bukan seorang yang pendendam bahkan ketika Nina merusak bingkai cerpen Nadira, namun Nadira masih menyimpan amarah atas perbuatan kakaknya. Seringkali Nadira menyalahkan diri atas kematian ibunya yang masih menjadi misteri, kakak kandung yang membenci atas semua hal yang berhubungan dengan Nadira, dan juga cinta terhadap lelaki yang ada dalam hatinya meskipun berujung perpisahan. (Novela dkk, 2020)

Keluarga Nadira menjadikan New York sebagai tempat untuk mereka menempuh pendidikan yang tinggi bahkan menjadikan tempat untuk melupakan masa lalunya (di Indonesia) yang membuat terpuruk. Nadira, Nina, dan ibunya (Kemala) memiliki latar belakang Pendidikan yang luar biasa bahkan menembus kampus luar negeri. Hal ini menunjukan bahwa Nadhira dan Nina memiliki proses kebebasan untuk terus berkembang dalam memenuhi kebutuhan dirinya masing-masing untuk menjalankan tanggung jawab atas kehidupannya sebagai perempuan. Meskipun Nadira dan Nina memiliki kesamaan dalam kisah asmaranya yang berujung perpisahan, namun akhirnya mereka tetap bisa menjalankan kehidupannya dengan lancar seperti sedia kala saat sebelum menikah tanpa adanya keterpurukan.

Tentu tidak mudah menjadi seorang perempuan yang penuh dengan konflik seperti alur cerita pada kisah Nadira. Keterpurukan keluarga, tuduhan seorang kakak, kutukan asmara yang berujung perpisahan, dan masih banyak lagi kisah tragis pada antologi cerita pendek ini. Representasi ini dibuat untuk menggambarkan kisah inspirasi Nadira sebagai citra perempuan dalam sastra yang bisa bangkit dari  keterpurukan hidupnya, sehingga menjadikan dirinya sosok perempuan tangguh dan mandiri.

Reference

Sukesti, R. (2022). PEMANFAATAN BAHASA PADA PENOKOHAN NADIRA DALAM NOVEL NADIRA KARYA LEILA S. CHUDORI. Widyaparwa, 50(2), 282-296.

Novela, K. P., Supratno, H., & Raharjo, R. P. (2020). Eksistensi Citra Perempuan Dalam Novel Nadira Karya Leila S. Chudori. SASTRANESIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 8(2), 143-150.

Mahayana, M. S. (2017). KEBARUAN DALAM 9 DARI NADIRA. Leila S Chudori. http://www.leilaschudori.com/id/indonesia-kebaruan-dalam-9-dari-nadira/

 

Oleh : Anis N Afifah