Suara dari Gedung Lama
Aku bukan tipe orang yang gampang percaya sama hal-hal mistis. Tapi malam itu, di kampus UPI, aku jadi ragu sama prinsipku sendiri. Waktu itu semester lima, sekitar bulan Desember, dan aku lagi sibuk-sibuknya ngerjain penelitian kecil untuk tugas Metodologi. Dosenku minta aku dan temanku sebut saja namanya Neng, buat ngambil data di laboratorium komputer di salah satu gedung lama gedungnya masih model kolonial, catnya mulai mengelupas, dan kalau malam, lampu-lampunya cuma separuh yang nyala.
Kami mulai sore, sekitar jam lima. Karena hujan turun, kami mutusin buat nunggu di dalam aja sambil ngerjain laporan. Satpam yang jaga sempat bilang, “Kalau udah lewat jam sembilan, jangan di situ, ya. Biasanya listrik suka mati sendiri.” Kami cuma ketawa. Kupikir itu cuma cara halus biar kami cepat pulang. Sekitar jam delapan, hujan mulai reda, tapi suasana jadi makin sepi. Suara dari luar udah gak ada, cuma bunyi tetesan air dari talang. Lampu di lorong sempat kedip dua kali, namun stabil lagi akhirnya.
Neng pamit ke toilet di ujung lorong. Aku sendirian di ruang lab, sambil mengetik hasil wawancara. Gak sampai lima menit, aku denger kursi di belakangku digeser pelan kayak ada yang mau duduk. Kupikir Neng balik lagi. Tapi waktu nengok, kursi itu kosong. Aku coba cuek, lanjut ngetik. Tapi tiba tiba, kipas angin di atas meja berhenti muter. Listriknya masih nyala, tapi layar laptopku kedap-kedip sebentar. Dan dari ujung ruangan, aku denger suara langkah. Pelan banget, kayak orang jalan pakai sepatu kets di lantai keramik tua.
“Neng?” panggilku. Gak ada jawaban.
Langkahnya berhenti di belakang meja paling pojok, yang kursinya memang rusak dan gak pernah dipakai. Dari sana, terdengar bunyi klik kayak tombol komputer dinyalain. Tapi semua CPU di ruangan itu udah aku cabut kabelnya.
Waktu Neng balik, wajahnya pucat. “Kamu juga denger?” katanya lirih. Aku cuma ngangguk.
Kami buru buru beresin barang. Pas mau matiin lampu, aku nengok sekali lagi ke belakang. Di layar monitor paling pojok yang mestinya gak bisa nyala ada pantulan samar seseorang duduk, tapi cuma separuh badan yang kelihatan, seolah sisa tubuhnya tertelan gelap. Begitu lampu kupadamkan, monitor itu ikut mati. Sampai sekarang, setiap lewat gedung itu malam-malam, aku selalu ngerasa kayak ada yang masih disana menunggu seseorang balik dari kerja lembur. Sejak malam itu, UPI gak pernah benar-benar sepi menurutku.